JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Badan Pusat Statistik (BPS) merubah mekanisme perhitungan data pencapaian rasio elektrifikasi nasional. Pasalnya, data rasio elektrifikasi nasional yang dihimpun Kementerian ESDM diklaim lebih update karena telah memasukkan data pembangkit off grid yang sebenarnya saat ini justru menjadi andalan dalam meningkatkan rasio elektrifikasi.

“Rumusan rasio elektrifikasi harus di adjust. Saya baca defisini ini sama dengan layanan PLN untuk kelistrikan dan ini lebih luas dari itu, bisa saja di luar PLN bikin layanan listrik dan ada independen seperti di Riau. Satu wilayah melayani 1.000 orang pembangkit sendiri bukan PLN,” kata Ignasius Jonan, Menteri ESDM seusai menandatangani kesepakatan kerja sama dengan BPS di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (16/3).

Data Kementerian ESDM menyebutkan pada tahun lalu realisasi rasio elektrifikasi nasional mencapai 94,91% diatas laporan BPS sebesar 93% dan target pemerintah 92,75%. Untuk tahun ini target rasio elektrifikasi nasional dipatok sebesar 95,15%.

Menurut Jonan, pembangkit listrik EBT off grid sekarang menjadi tanggung jawab PT PLN (Persero). Inilah yang akan terus didorong pemerintah, karena jika dilakukan PLN maka ketika jaringan PLN sudah siap di suatu wilayah maka bisa langsung diintegrasikan dengan cepat.

“Ini (pembangkit indepen) juga kami dorong, supaya menunggu layanan PLN rasio elektrifikasinya sejalan yang diharapkan. Semua off grid ini saya mohon dimasukan rasio elektrifikasi,” ungkap Jonan.

Suhariyanto, Kepala BPS, mengakui ada perbedaan dalam penyajian data antara Kementerian ESDM dan BPS. Perbedaan tersebut dipengaruhi dari perbedaan parameter perhitungan.

Untuk itu, masukkan dari Menteri ESDM akan dijadikan bahan evaluasi dalam menyusun laporan data ke depan, khususnya di sektor energi. Terlebih dengan adanya kesepakatan kerja sama, BPS meyakini akurasi dan kecocokan data akan lebih baik.

“Mungkin pesan Pak Menteri tadi, mungkin ada perlu perbaikan konsep definisi. Kalau dulu-dulu, listrik harus berasal dari PLN, tapi sekarang dengan perkembangan zaman, ada di luar PLN,” kata dia.

Suhariyanto mengatakan konsep perhitungan data rasio elektrifikasi saat ini wajar memasukkan pembangkit off grid yang berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Ke depan fokus pendataan pembangkit listrik EBT diyakini akan meningkat karena sejalan dengan program pemerintah yang terus meningkatkan porsinya dalam bauran energi.

“Kami harus jaga keberlangsungannya (energi). Kalau kami hanya mengandalkan fosil suatu saat akan habis. Jadi sesuai sistem development sustainable goals, keberlanjutan itu, mampukah kita menemukan keberlanjutan energi terbarukan,” ungkapnya.

Untuk itu, BPS sama seperti di negara lain juga gencar menyusun sistem neraca ekonomi lingkungan dan bagaimana energi dimanfaatkan untuk  memacu pertumbuhan ekonomi  sekaligus harus sustainable.

“Itu yang penting ke depan. Kalau kita tidak berpikir ke sana, akan rusak (energi) tidak ada gantinya lagi. Jadi data EBT juga menjadi penting,” tandas Suhariyanto.(RI)