JAKARTA– Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno meminta  para direktur utama, khususnya di bawah holding BUMN tambang, agar mengurangi impor dengan meminimalkan penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah pelemahan mata uang rupiah. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh holding BUMN tambang untuk mendukung penguatan rupiah adalah dengan menggenjot ekspor barang yang bernilai tambah.

“Pelemahan nilai tukar rupiah saat ini membuat neraca perdagangan Indonesia defisit cukup lebar karena pertumbuhan impor jauh lebih besar dari ekspor terutama beban dari impor BBM,” ujar Rini di sela paparan kinerja produksi dan penjualan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan anak usaha di Jakarta, Rabu (12/9).

Menurut Rini, sektor tambang memiliki potensi ekspor yang sangat besar. Namun, kelemahan perusahaan tambang dalam negeri selama ini adalah tidak melakukan ekspor produksi yang bernilai tambah tinggi.

Rini M Soemarno, Menteri BUMN. (Foto: dunia-energi/dudi rahman)

“Ini kelemahan kita, produk tambang tidak kita lakukan ekspor lanjutan. Misalnya, bauksit, produk akhirnya alumunium, nikel bisa stainless. Kita membutuhkan banyak ekspor, justru sebaliknya kita malah banyak impor,” ujarnya.

Selama ini, menurut Rini, sebagian besar komoditas pertambangan yang diekspor masih dalam produk mentah atau setengah jadi. Hal itu membuat nilai ekspor yang didapatkan tidak maksimal.

Salah satu contoh adalah nikel. Sepanjang 2018, ditargetkan ekspor nikel mentah mencapai 4,05 juta ton dengan nilai US$128 juta. Sementara itu untuk feronikel, produk turunan dari nikel mentah, hanya diekspor 24 ribu ton, tetapi memiliki nilai yang jauh lebih besar yakni US$356 juta.

“Ini memang kelemahan kita, tidak ada ekspor produk lanjutan. Padahal semua bahan baku ada di Indonesia,” ujar Rini.

Dia berharap, ke depan holding BUMN tambang dapat memproduksi bahan baku hingga bahan jadi yang bernilai tinggi. Apalagi saat ini kebutuhan dalam negeri sedang meningkat sehingga diharapkan produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan tersebut.

“Harusnya saat ini kita sudah bisa karena kita punya bahan baku. Negara lain kan tak punya bahan baku, sedangkan kita ada. Kita sangat kompetitif,” katanya.

Menurut Rini, pelemahan rupiah terhadap mata uang dolar AS sejatinya menjadi momentum BUMN meningkatkan nilai jual produk ekspor. Dengan mengenjot produk yang bernilai tambah dapat mendongkrak tingkat ekspor nasional. (EP/DR)