JAKARTA- Pemerintah Indonesia memastikan tidak ada kompromi dan akan bertindak tegas dalam menjalankan peraturan perundangan untuk menghadapi perundingan dengan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, salah satu perusahaan tambang tembaga terbesar di dunia.

Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman, mengatakan Freport Indonesia harus bersedia mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dengan IUPK, luas lahannya menjadi 25.000 hektare, selain harus membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) tembaga.

“Mereka juga harus menjalankan divestasi saham sebesar 51% yang sebenarnya harus sudah dilakukan sejak dulu,” ujar Luhut dalam keterangan resmi, akhir pekan lalu.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 menjadi amunisi baru pemerintah Indonesia untuk menekan Freeport Indonesia. Melalui PP No 1/2017, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan divestasi 51% perusahaan tambang yang dimiliki asing, tidak terkecuali Freeport. Freeport McMoRan yang sebelumnya hanya diwajibkan melepas 30 persen saham yang dikuasai di Freeport Indonesia, kini harus bersiap melepas 51% ke pihak Indonesia.

Divestasi 51% saham merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pemegang Izin Usaha Pertambangan dan IUP khusus. Dan Freeport telah diberikan opsi untuk berubah dari perusahaan pemegang kontrak karya menjadi perusahaan IUPK. Berubah menjadi perusahaan IUPK menjadi pilihan yang sulit ditolak Freeport. Pasalnya, hanya itulah satu-satunya cara agar perusahaan bisa tetap mendapat dana segar dari ekspor konsentrat. Karena jika tetap bertahan menjadi perusahaan pemegang kontrak karya, izin ekspor tidak akan dikeluarkan pemerintah.

Jika berubah menjadi perusahaan IUPK, tentu saja Freeport harus mengikuti aturan main yang berlaku. Salah satunya Freeport harus mendivestasi 51% sahamnya ke pihak Indonesia. Itu tentu lebih besar dari keharusan Freeport yang hanya wajib mendivestasi 30% sahamnya secara bertahap jika tetap menjadi perusahaan pemegang kontrak karya.
Freeport-McMoRan saat ini menguasai sekitar 90,64% saham Freeport Indonesia. Sisanya sebanyak 9,36% dimiliki Pemerintah Indonesia melalui Kementerian BUMN.

Divestasi saham Freeport tahap pertama sebesar 10,64% seharusnya saat ini sudah terealisasi sehingga pihak Indonesia memiliki 20% saham. Namun divestasi gagal dieksekusi karena tidak tercapainya titik temu menyangkut harga saham.

Freeport sebelumnya mengajukan harga US$1,7 miliar untuk 10,64 persen saham dari total nilai 100% saham sebesar US$16,2 miliar. Padahal berdasarkan perhitungan Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (CIRUSS) pada awal 2016, nilai total 100% saham Freeport hanya sebesar US$ 13 miliar.

Penilaian CIRRUS dengan asumsi laba bersih Freeport untuk lima tahun ke depan stabil sebesar US$ 500 juta, maka hingga 2021 laba bersih Freeport US$ 3,92 miliar (belum discounted) dan ditambah aset 2014 menjadi US$ 13 miliar. Pada 2014, aset Freeport Indonesia tercatat US$ 9,1 miliar dengan total kewajiban US$ 3,4 miliar dan modal US$ 5,7 miliar.

Freddy Numberi, tokoh nasional asal Papua, mengatakan Masalah saham dan divestasi pun harus diatur secara jelas sesuai ketentuan, dalam arti harus ditawarkan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten) terlebih dahulu. “Jangan ada ide untuk initial public offering (IPO) atau penawaran umum perdana karena kemungkinan besar diambil lagi oleh Freeport melalui kroni-kroninya, seperti masa Orde Baru dulu,” katanya.

Aktivitas penambangan Freeport melalui anak perusahaannya Freeport Indonesia sejak 1967 hingga 2016 telah berlangsung selama 49 tahun. Bisnis tambang ini telah mendatangkan keuntungan finansial yang luar biasa bagi Freeport-McMoRan, tetapi belum memberikan manfaat yang optimal bagi Negara, Pemerintah Daerah Papua (provinsi dan kabupaten), rakyat Indonesia, lebih khusus lagi masyarakat adat pemilik hak ulayat di kawasan konsesi.

Freeport McMoRan Inc, mengelola banyak tambang di dunia, namun yang cadangan deposit emasnya melebihi 50% berada di Indonesia, khususnya di Papua. Apalagi kawah tambang Grassberg pada 2015 diameternya telah mencapai 4.000 meter panjang dengan kedalaman mencapai 1.000 meter. Deposit Grassberg ±18 juta ton cadangan tembaga dan ±1.430 ton cadangan emas.

“Masyarakat Papua sangat yakin bahwa di bawah leadership Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pasti ada beleid baru maupun harapan baru bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat di kawasan tambang Freeport,” katanya.

Implementasi UU Minerba

Luhut mengakui pemerintah terlambat mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Karena tak boleh melanggar UU, menurut Luhut, pemerintah kemudian mencari jalan tengah untuk menyelesaikan masalah ini sambil menunggu selesainya revisi UU Minerba.

Menurut Luhut, seorang senator AS telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Indonesia agar tidak mempersulit operasi usaha Freeport di Indonesia. Pemerintah Indonesia, menurut Luhut, tidak mempersulit Freeport. Pemerintah juga tidak bisa melanggar UU. “Saat bertemu Dbes AS tempo hari, saya tanya dia, apakah kamu mau mengubah UU negara anda hanya karena satu tekanan bisnis?” tegasnya.

Pemerintah Indonesia, menurut Luhut, tetap menghargai kontrak yang sedang berjalan. Setelah kontrak selesai, ujarnya, kontrak yang baru harus dilalukan sesuai dengan ketentuan. “Di situ sudah sangat jelas posisinya, soal hak dan kewajiban kita,” katanya.

Sementara itu, Chappy Hakim, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, mengatakan keberadaan perusahaan tersebut banyak manfaatnya dan memberi arti serta nilai signifikan bagi pembangunan di Papua khususnya dan Indonesia pada umumnya. Chappy mengklaim bahwa Freeport Indonesia turut berkontribusi langsung secara finansial terhadap penerimaan negara dalam bentuk pembayaran pajak, dan pungutan lainnya, royalti dan deviden.

Menurut dia, operasional Freeport yang dilakukan selama ini berjalan dengan perencanaan yang matang dan pengawasan yang sangat ketat.

Beberapa angka kontribusi finansial Freeport Indonesia kepada negara dari 1992 hingga 2015 mencapai US$ 16,1 miliar. Angka tersebut terdiri dari pajak, royalti, dividen, serta bea lainnya. Adapun manfaat tidak langsung yang diberikan Freeport pada rentang waktu yang sama mencapai US$32,5 miliar yang terdiri atas gaji karyawan, pembelian barang dalam negeri, pembangunan daerah, dan investasi lainnya.”Apa yang terjadi jika Freeport ditutup,” ujar Chappy seperti dikutip Antara.

Chappy mengatakan hingga saat ini Freeport Indonesia menyerap lebih dari 32.000 tenaga kerja, baik karyawan langsung maupun kontraktor. Hampir dari 98% tenaga kerja diantaranya adalah putra-putri Indonesia. (DR)