JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya mencapai kata sepakat terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Cost Recovery dan Pajak Hulu Migas. Hal itu ditandai dengan ditandatanganinya revisi beleid tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan revisi PP 79 sebenarnya sudah rampung sekitar dua bulan lalu, hanya saja perlu waktu bagi Kementerian Keungan untuk menyisir pasal demi pasal untuk memastikan tidak ada poin yang tumpang tindih dengan regulasi lain.

“Dari Menkeu sudah selesai sekarang ke Setneg, baru Presiden,” ujar Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Rabu malam (12/4).

Arcandra menambahkan lamanya evaluasi PP 79 juga disebabkan Kemenkeu harus menghitung ulang dampak dari pemberlakuan regulasi yang sudah di revisi nanti bagi penerimaan negara.
PP 79 selama ini menjadi salah satu “biang keladi” mundurnya aktivitas para pelaku usaha di sektor hulu migas.

Pasalnya, aturan tersebut mengenakan berbagai jenis pajak saat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) masih pada masa eksplorasi, sehingga menambah besar risiko usaha karena belum tentu ditemukan cadangan.

Arcandra mengakui regulasi tersebut merupakan salah satu yang membuat iklim investasi makin tidak bertambah kondusif, sehingga aktivitas eksplorasi minim.

“Mungkin ini penyebabnya PP 79/2010. Dalam PP tersebut beberapa insentif yang dulu diterima KKKS hilang, misalnya sewaktu melakukan eksplorasi belum apa-apa sudah diberlakukan pajak. sehingga apa? Jadi malas untuk eksplorasi,” ungkap Arcandra.

Revisi PP 79 telah dibahas pemerintah sejak 2016. Beberapa pokok pokok revisi aturan yang sempat disampaikan adalah pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu PPN Impor dan Bea Masuk dan PPN Dalam Negeri dan PBB.
Selain itu, pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi yaitu PPN Impor dan dan Bea Masuk PPN Dalam Negeri dan PBB (hanya dalam rangka keekonomian proyek).

Ketiga, pembebasan PPh Pemotongan atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama (Cost Sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat. Pemberian fasilitas perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Keempat, adanya kejelasan fasilitas non fiskal (investment credit, depresiasi dipercepat, DMO Holiday).

Kelima, konsep bagi hasil penerimaan negara sliding scale di mana Pemerintah mendapatkan bagi hasil lebih apabila terdapat windfall profit.(RI)