KUTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak akan mengubah skema BOOT (build, own, operate, and transfer) dalam pembangunan pembangkit listrik, termasuk bagi pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, menegaskan skema BOOT merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melaksanakan amanat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi (judicial review) beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan.

“Skema BOOT adalah keputusan MK atas judicial review UU ketenagalistrikan, itu 2016 Desember. Saya jalankan keputusan MK saja. Kalau tidak saya melanggar hukum,” kata Jonan saat ditemui usai memberikan arahan dalam Journal of Contemporary Accounting and Economics Annual Symposium di Kuta, Bali, Kamis (11/1).

Pekerja tengah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga biogas.

MK pada 14 Desember 2016 mengabulkan sebagian gugatan dengan perkara No. 111/PUU-XIII/2015. Adapun bunyi putusannya antara lain menyatakan Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tersebut diartikan menjadi dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip “dikuasai oleh negara”.

Artinya Pasal 10 ayat (2) inkontitusional apabila digunakan sebagai pembenaran praktik unbundling dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Putusan berikutnya menyatakan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila rumusan dalam Pasal 11 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tersebut dimaknai hilangnya prinsip “dikuasai oleh negara”.

Menurut Jonan, jika ingin merubah mekanisme BOOT yang terkandung dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 maka bisa dilakukan dengan terlebih dulu mengajukan judicial review kembali ke MK. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia misalnya dipersilahkan untuk mengajukan keberatan terhadap BOOT ke MK.

“Silahkan judicial review, METI silahkan lakukan judicial review. Masa menteri ajukan itu, harusnya masyarakat yang lakukan ,” ujar dia.

BOOT adalah skema membangun, memiliki, mengoperasikan, dan mengalihkan pembangkit EBT dari pengembang listrik swasta (IPP/Independent Power Producer) kepada pemerintah. Jadi setelah pembangkit EBT dioperasikan dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, maka harus dialihkan kepada pemerintah melalui PT PLN (Persero).

Keluhan terkait skema BOOT sudah disampaikan langsung para pelaku usaha kepada pemerintah. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga sudah menerima laporan tersebut.

Riza Husni, Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), mengatakan Wakil Presiden telah menerima keluhan tersebut bahkan Wapres juga sempat menanyakan akar permasalahan dari keluhan yang disampaikan tersebut. “Pak JK menutup bahwa jika semua asosiasi mengeluh tentunya ada yang salah,” kata dia.

Jonan mengatakan sudah melaporkan dan menjelaskan permasalahan skema BOOT kepada Wapres. Pemerintah akhirnya menyepakati jika ingin merubah peraturan yang ada maka jalan satu-satunya adalah judicial review ke MK.

“Pak Wapres tanya BOOT bagaimana? Saya jelaskan ini keputusan MK. Ya kalau mau dikaji, judicial review lagi,” kata Jonan.(RI)