BATIK, yang sudah ditetapkan badan dunia UNESCO sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia, sangat unik. Hampir semua daerah di Tanah Air, dari Aceh hingga Papua, memiliki jenis batik yang berbeda. Warna dan motif menjadi penanda dari mana batik itu berasal. Batik juga memiliki sejarah panjang. Masing-masing daerah memiliki cerita tersendiri bagaimana batik hadir dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Pesona batik sempat memudar. Pakaian ini hanya terlihat dalam upacara-upacara resmi atau resepsi. Itu pun kebanyakan dipakai oleh kalangan tua. Coraknya pun terbatas, kebanyakan yang berasal dari Jawa. Tak salah apabila banyak yang beranggapan batik adalah pakaian adat Jawa.

Belakangan ini pakaian identitas bangsa Indonesia itu kembali populer. Generasi muda sudah banyak berbatik ketika bekerja atau hang out dengan teman-temannya. Para desainer papan atas pun mulai memadupadankan batik dengan gaya pakaian modern, bahkan dengan jilbab dan pakaian muslim. Para pebisnis dan pesohor, seperti Sandiaga Uno, sudah sangat identik dengan batik. Batik pun terus naik kelas, dari dulu hanya dipajang di kios-kios pasar kini merambah butik dan pusat perbelanjaan papan atas.

Publik pun kian sadar dengan keragaman batik yang berkembang di luar Jawa. Salah satunya adalah batik Riau. Ditilik dari sejarahnya, batik Riau sudah ada sejak 1824 sampai 1911, sezaman dengan kehadiran Kerajaan Daik Lingga, salah satu kerajaan Melayu. Para bangsawan dan kalangan istana saat itu sudah mengenal dan mengenakan kain yang dicap perunggu dengan motif bunga-bunga.

Kerajaan-kerajaan di Riau perlahan hilang, batik pun lambat laun memudar. Geliat untuk menghidupkan kembali batik Riau mulai dilakukan pada pertengahan 80-an. Upaya itu mendapatkan momentum pada 2000-an, ketika batik menjadi identitas nasional. Ada kewajiban hari tertentu untuk mengenakan batik sehingga masing-masing daerah yang pernah memiliki sejarah dengan batik hadir dengan batik khas mereka, termasuk batik khas Riau. Motif bukan hanya dicetak di atas kain, tetapi sudah lebih luas menjadi motif untuk barang suvenir seperti tempat tisu, piring, gelas dan sebagainya.

Apabila bertandang ke Rumbai, Pekanbaru, wisatawan bisa membawa pulang oleh-oleh batik khas Riau. Sejak September 2015, di daerah itu sudah dibuka gerai pengrajin batik Riau. Rumah Kreatif Cempaka (RKC) namanya. Ini adalah gerai batik Riau pertama. Gerai batik tersebut berlokasi di Jalan Sembilang, Kecamatan Rumbai Pesisir. Gerai Batik tersebut diinisiasi oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI), sebagai upaya untuk melestarikan batik Riau sebagai warisan budaya, sehingga bisa dikenal luas dan sejajar dengan batik-batik dari daerah lain di Indonesia. Selain itu, CPI ingin batik Riau memiliki dampak dan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Peresmian gerai batik tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diawali dengnan pelatihan batik Riau yang sudah dilakukan CPI sejak 2012.

Para pengrajin yang ikut terlibat dalam Rumah Kreatif Cempaka merupakan ibu rumah tangga dan perempuan muda putus sekolah dari 11 kelurahan di Rumbai dan Rumbai Pesisir. Sejak awal, mereka ikut dalam pelatihan membatik, sampai kemudian Gerai batik Riau berdiri.

Sri Hastuti (43), Ketua Rumah Kreatif Cempaka, mengaku mengikuti pelatihan membatik sejak awal program tersebut dibuka lima tahun silam. Sebagai gerai batik Riau pertama, ia berharap Rumah Kreatif Cempaka bisa menjadi salah satu ikon wisata dan menjadi destinasi wisata untuk para pelancong yang mengunjungi Pekanbaru.

“Ya, kalau jadi tujuan wisata, hasil penjualan produk kerjainan batik Riau yang kita produksi juga akan meningkat seiring dengan kehadiran jumlah wisata,” katanya.

Saat ini, dalam setahun pendapatan dari usaha yang dilakukan di Rumah Keratif Cempaka lebih dari Rp120 juta. Ada 15 orang yang memproduksi batik Riau. Masing-masing, lanjut Sri, harus bisa menguasai semua proses membatik, seperti mencanting, membatik dan menggambar.

Harga batik Riau yang diproduksi Rumah Kreatif Cempaka bervariasi mulai Rp125 ribu sampai Rp675 ribu per helai. Beragam motif disajikan mulai dari motif bunga cempaka, pucuk rebung, bunga enggang, tapak manggis, loreng macan, dan durian belah.

“Kita juga memproduksi beberapa kerajinan lain seperti manik-manik, seperti tas, tempat tempat tisu, keranjang aqua dan tempat buah dan sebagainya,” ungkap dia.

Menurut Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs (PGPA) Chevron di Indonesia, keterlibatan CPI dalam program ini selain untuk menghidupkan kembali warisan budaya agung masyarakat Riau, juga memberikan manfaat ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

“Batik saat ini sudah menasional, dipakai di berbagai acara dan kegiatan. Fakta ini menunjukan adanya peluang ekonomi yang bisa didapatkan dari kegiatan membatik. Jika dikelola dengan benar dan profesional,” tuturnya, kemarin.

Yanto optimistis batik Riau bisa dikenal secara luas, dipakai masyarakat nasional bahkan internasional, seperti laiknya batik-batik lain di Indonesia, semisal batik Pekalongan, Batik Solo, Batik Madura dan sebagainya.

Ketika pada tahap awal pembinaan, kata Yanto, para peserta dibebeskan untuk berkreasi membuat batik jenis apa saja. Seiring berjalan waktu, kemudian mulai fokus pada membuat batik Riau. Chevron yang dalam mengoperasikan blok migas bekerja di bawah pengawasan dan pengendalian SKK Migas berdasarkan kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC), terus melakukan pendampingan hingga penjualan. Gerai Batik Riau Rumah Kreatif Cempaka menjadi sarana pemasaran produk. “Kita ikut terlibat dari sejak proses awal sampai tahap akhir dan penjualan,” katanya.(LH)