BADAN

Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menempatkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tuberculosis (TB) tertinggi kedua di dunia setelah India. Sekitar 1,6 juta kasus tuberkulosis ditemukan pada 2016.

Berdasarkan Survei Pravelensi TB oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan pada 2013-2014, perbandingan antara pasien tuberkulosis dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 660:100.000. Bahkan di salah satu kabupaten di Papua, yakni Timika, perbandingannya sebesar 686:100.000 pada 2013.

Laporan Dinas Kesehatan setempat menemukan 1.434 kasus tuberkulosis selama 2016, meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 1.124 kasus.

“Banyak orang yang tidak tahu saat dirinya mengidap tuberkulosis karena kurangnya pengetahuan tentang gejala penyakit tersebut,” ujar Djonny Lempoy, Kepala Klinik Tuberkulosis di Mimika, Papua.

Klinik yang dipimpin Djonny merupakan satu dari lima klinik yang diinisiasi PT Freeport Indonesia pada 2007 di bawah Community Health Development.

Tingkat keberhasilan pengobatan di lima klinik tersebut mencapai 98 persen pada periode 2013-2014 dan 96 persen pada 2014-2015, jauh lebih tinggi dibandingkan standar WHO, yakni 85 persen.

Pengobatan tuberkulosis di klinik tersebut dapat mencapai tingkat keberhasilan yang sangat tinggi karena departemen yang bersangkutan aktif melakukan strategi pengendalian TB kepada masyarakat, termasuk deteksi dini kasus tuberkulosis.

“Masyarakat dari tujuh suku yang berada di Mimika yang kami diagnosis terjangkit penyakit ini segera diberi pengobatan gratis hingga mereka sepenuhnya pulih,” ungkap Djonny dalam keterangan tertulisnya, akhir pekan lalu.

Klinik yang beroperasi melalui kemitraan dengan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) mengikuti rekomendasi WHO dalam mendeteksi dan mengobati setiap kasus tuberkulosis.

Tercatat sejak 2007, Klinik TB telah menemukan lebih dari 3,000 kasus tuberkulosis, dengan tingkat keberhasilan pengobatan mencapai 98 persen.

Terlepas dari keberhasilan yang telah dicapai, para dokter dan staf klinik tuberkulosis tetap gencar mengadakan pertemuan dengan masyarakat, juga pasien dan keluarga atau kerabat untuk mensosialisasikan informasi mengenai tuberkulosis.

Freeport dan LPMAK membentuk tim kesehatan masyarakat terpadu yang dipimpin oleh Dr. Milka Tiranda, melatih warga di daerah dataran tinggi Mimika untuk menjadi kader kesehatan.

Warga dilatih untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan gejala, penyebaran, dan bahaya tuberkulosis. Saat ini telah terbentuk kurang lebih 60 kader kesehatan yang tersebar di dataran tinggi (Banti, Tsinga, Aroanop) untuk sosialisasi penyakit TB, HIV/AIDS dan memastikan orang yang terkena penyakit TB disiplin untuk meminum obat sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dokter.

Claus Wamafma, Vice President Community Affairs Freeport Indonesia, mengatakan tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular karena penularannya melalui udara. Ketika seseorang yang terkena tuberkulosis batuk, bersin, meludah, atau berbicara, mereka memercikkan kuman tuberkulosis ke udara.

“Hanya dengan menghirup sejumlah kecil dari kuman ini, orang lain yang berada di sekitar mereka dapat terkena tuberkulosis. Karena itu, penanganan tuberkulosis perlu dilakukan secara serius,” kata Wamafma.(RA)