JAKARTA – Kebijakan baru mekanisme pelaksanaan pemeriksaan atas pemenuhan kewajiban bagi hasil dan PPh minyak dan gas dalam kontrak kerja sama cost recovery dinilai akan langsung memberikan dampak terhadap iklim investasi, termasuk di sektor migas.

Sammy Hamzah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pajak adalah salah satu instrumen terpenting dalam berinvestasi di Indonesia.

“Pajak adalah instrumen yang paling ampuh dan lazim digunakan pemerintah dalam mengontrol sektor riil. Jadi bila menggunakan pajak untuk stiimulasi investasi ataupun de-stimulasi seharusnya sangat ampuh (kebijakan baru ini),” kata Sammy, Senin (2/4).

Kementerian Keuangan menetapkan pemeriksaan atau audit atas pemenuhan kewajiban bagi hasil dan PPh migas akan dilaksanakan Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama sebagai perwakilan pemerintah Indonesia. Padahal sebelumnya harus melalui tiga badan sekaligus yaitu Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Menurut Sammy, dampak langsung dari penerapan kebijakan tersebut adalah dari sisi alur birokrasi. Pasalnya, selama ini panjangnya alur birokrasi menjadi tantangan tersendiri dalam investasi. Hal ini juga yang kerap kali disuarakan para pelaku usaha, yakni harus ada tindakan nyata dalam pengurangan rantai birokrasi.

“Pengurangan level audit seperti dengan audit bersama akan mengurangi potensi beda pendapat. Jadi seharusnya lebih less beaurocracy,” tukasnya.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan selama ini panjangnya alur birokrasi menjadi salah satu faktor penyebab ekonomi biaya tinggi. Untuk itu memutus permasalahan koordinasi antar instansi yang sejauh ini dinilai mahal dan bermasalah patut diapresiasi. Audit bersama antar tiga lembaga tentu akan menghasilkan proses dan mekanisme yang lebih baik, karena dengan sinergi berdasarkan perwakilan masing-masing pihak tentu akan ada kecepatan. Serta efisiensi waktu dalam memahami kepentingan satu dan lainnya.

Kebijakan baru tersebut tentu bisa meningkatkan kualitas data di antara lembaga pemerintahan karena hanya akan terdapat satu data hasil pemeriksaan. Tidak ada lagi ditemukan perbedaan data antar satu lembaga dan lainnya.

“Dengan demikian jika ada hal – hal yang perlu diklarifikasi atau ditanyakan prosesnya akan lebih cepat,” tandas Komaidi.(RI)