JAKARTA – Pemerintah diminta lebih responsif dalam upaya mencapai target di sektor energi, salah satunya dengan mengkaji perubahan asumsi harga minyak mentah pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017.

Rofi Munawar, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, mengatakan pemerintah harus bisa merespon pergerakan harga minyak dunia saat ini yang sudah tidak sesuai dengan asumsi yang ditetapkan pemerintah di APBN. Hal itu perlu dilakukan untuk bisa mendapatkan perhitungan tepat dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan.

“Pemerintah untuk lebih cermat dalam memprediksi harga minyak dunia dan tren ke depan, sehingga dapat dilakukan perhitungan yang lebih akurat dalam menentukan ICP. Pemerintah juga perlu mengembangkan mekanisme lindung nilai (hedging) yang memungkinkan untuk stabilisasi,” kata Rofi kepada Dunia Energi, Jumat (2/6).

Menurut dia, petumbuhan ekonomi global saat ini harus menjadi salah satu rujukan dalam menentukan pemerintah. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2017 dan 2018 diperkirakan lebih tinggi dibanding 2016. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan mempengaruhi peningkatan permintaan minyak bumi.

“Apalagi terdapat kemungkinan negara-negara OPEC dan non-OPEC akan kembali memotong produksinya hingga tahun 2018,” kata Rofi.

Sejak awal tahun pergerakan harga minyak dunia rata-rata diatas US$ 50-an per barel dan diatas perkiraan asumsi APBN sebesar US$ 45 per barel. Untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) sendiri juga terus mendekati angka US$ 50 per barel. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, ICP April lalu tercatat sebesar US$ 49,56 per barel, naik 1,74 persen dibanding bulan sebelumnya sebesar US$ 48,71 per barel.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan pemerintah tidak akan terburu-buru dalam merubah asumsi, apalagi terkait harga minyak dunia yang masih bergerak fluktuatif. Tidak ada yang bisa menjamin dan memastikan harga minyak terus akan bergerak naik hingga semester kedua tahun ini.

“Belum dibahas, nanti mungkin. Harga minyak fluktuatif siapa tahu nanti balik turun lagi. Apa mungkin balik lagi ke kisaran US$ 45 per barel, mungkin masih bisa,” kata Arcandra.(RI)