SURABAYA –  Ditengah kondisi migas dunia yang kurang menarik, sebagai imbas dari penurunan harga minyak dunia, Nanang Abdul Manaf, Exploration and New Discovery Project Director PT Pertamina EP, menyampaikan peluang dan tantangan di industri migas di hadapan mahasiswa Teknik Geofisika Insitut Teknologi 10 November (ITS) yang juga tergabung dalam SEG (Society of Exploration Geophysicists) Student Chapter ITS pada hari Sabtu, 05 Desember 2015.

Dalam pertemuan tersebut Nanang menyampaikan pemaparan kegiatan industri hulu migas Pertamina EP dan kontribusi perusahaan terhadap produksi migas indonesia, serta keterkaitan antara pentingnya kombinasi kompetensi teknis dan soft skill yang perlu dimiliki pekerja dalam industri migas.

Proses bisnis dan karakteristik industri hulu migas adalah identik dengan tingginya resiko, karena dari sisi investasi yang dikeluarkan sangat tinggi. “Contohnya untuk pengeboran sedalam 2500 meter membutuhkan US$10 juta dan belum tentu mendapatkan hasil baik minyak maupun gas,” jelas Nanang.

Selain itu, lanjut Nanang, resiko terhadap keselamatan juga sangat tinggi, sebagai contoh kejadian terbakarnya Platform di Gulf of Mexico Tahun 2009, dimana ribuan barel minyak tumpah di laut serta belasan jiwa meninggal akibat kejadian tersebut. Dan perusahaan operator blok tersebut mendapatkan denda sampai dengan US$70 miliar dari pemerintah Amerika Serikat.

Karakteristik lainnya di industri hulu migas adalah long term of invesment. Waktu yang dibutuhkan untuk kembalinya investasi yang dikeluarkan cukup lama, bisa 5 sampai 6 tahun baru kembali dan bahkan resikonya investasinya tidak kembali apabila tidak menemukan hasil berupa migas.

Selain itu, industri migas juga identik dengan karakteristik high level of regulation atau ketatnya perijinan. Paling tidak dalam industri hulu migas terdapat lebih dari 340 jenis perijinan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pekerjaan mulai seismik sampai dengan produksi.

“Dengan kondisi karakter industri migas tersebut, maka dari itu dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang tinggi. Tenaga kerja yang memiliki kombinasi kompetensi teknis atau hard skill dan kompetensi nonteknis atau soft skill. Karena apabila tenaga kerja itu hanya berpegang pada kompetensi teknis dan mengabaikan kompetensi nonteknis, maka dalam aktifitas kerja baik berupa team work, koordinasi, komunikasi internal dan komunikasi dengan masyarakat bahkan ketika terjadi gesekan sosial dengan masyarakat akan susah untuk menanganinya,” ujar Nanang.

Dalam pemaparan tersebut, Nanang juga menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKenzie, perusahaan atau organisasi yang mencari pegawai baru, 80% ditentukan dari soft skill calon pegawai baru, sedangkan sisanya 20% ditentukan oleh hard skill.

“Untuk bisa masuk dalam sebuah industri, instansi atau organisasi adalah hard skill seseorang. Namun untuk menentukan keberhasilan karier seseorang lebih banyak ditentukan oleh soft skill-nya. Jadi dua hal tersebut merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh para mahasiswa untuk bersaing dan sukses”, ujar Nanang.

Sementara itu, DR. Widya Utama, Faculty Advisor Teknik Geofisika ITS menyampaikan terima kasih atas support PT Pertamina EP dengan bersedia memberikan gambaran tantangan di industri migas kepada mahasiswa teknik geofisika ITS.

“Bagi saya, mahasiswa adalah sumber energi dan sumber semangat bagi keberlangsungan energi bangsa ini. Permasalahan bangsa ini bukan pada permasalahan teknis, namun terletak pada permasalahan soft skill dari setiap individu yang sangat mempengaruhi pertumbuhan negara ini,” ujar Widya.

Dia menyampaikan bahwa melalui pemaparan tentang industri migas dan pentingnya kombinasi hard dan soft skill dari PT Pertamina EP ini, dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa untuk bersiap menghadapi tantangan ke depan.

“Maka dari itu, hard skill dan soft skill harus dimiliki oleh seluruh mahasiswa yang ingin berhasil menjadi pekerja di industri migas dan di bidang lainnya,” kata dia.(LH)