Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu wilayah yang tertinggi praktik pengeboran minyak ilegal atau dikenal dengan illegal drilling di Tanah Air. Menurut catatan Dinas Pertambangan dan Energi Muba akhir 2015, lebih dari 800 sumur minyak ilegal di daerah itu. Ironisnya, Pemerintah Kabupaten Muba terkesan lamban dalam memberantas praktik pengeboran minyak ilegal tersebut. Buktinya, praktik illegal drilling masih tetap marak kendati korban berjatuhan. Bukan hanya korban pekerja yang terbakar, bahkan sudah ada korban nyawa.

Praktik illegal drilling di Muba terdiri atas tiga kategori. Pertama, penyerobotan sumur minyak di wilayah kerja kontraktor kontrak kerja sama (KKS). Kedua, mengebor sumur di lahan pribadi milik masyarakat namun termasuk wilayah kerja KKKS. Ketiga, mengebor sumur di lahan pribadi masyarakat dan bukan di area KKKS.

Pemkab Muba sejatinya bertindak seperti di Jambi. Di salah satu kabupaten, persisnya di Kabupaten Sarolangun, pemerintah daerah setempat bekerja sama sama dengan Polda Jambi dan Polres Sarolangun memiliki komitmen tinggi untuk menegakkan aturan. Pemkab dan Polres Saroloangun bersepakat menertibkan sumr-sumur minyak ilegal. Setelah diawali oleh muswarayah dan sosialisasi kepada para pengebor sumur minyak ilegal, praktik illegal drilling akhirnya lebih dari 60 sumur berhasil ditertibkan. Bagi mereka yang melakukan pelanggaran pascapenertiban, Polres Sarolangun tak segan untuk membekuknya. Pelaku pengeboran dan barang bukti dibawa ke mapolres setempat untuk kemudian diproses secara hukum.

Ironisnya, di Muba, hal itu belum tampak. Pada awal Oktober 2016 ada penertiban yang dilakukan salah satu KKKS bekerja sama dengan Pemkab Muba dan Polres Muba serta TNI. Namun, dengan tiba-tiba pelaksana tugas bupati (yang kini mencalonkan diri menjadi wakil bupati berpasangan dengan calon bupati Dodi Alex Noerdin, anak Gubernur Sumsel Alex Noerdin), meminta KKKS tersebut menghentikan kegiatan penertiban pada 27 sumur di salah satu kecamatan dan sembilan sumur pada kecamatan lain. Padahal, sudah ada lebih dari 60 sumur—dari total 104 sumur-yang sudah ditertibkan dan ditutup dengan semen pada mulut sumur.

Untuk mengetahui lebih jauh persoalan praktik illegal drilling di Muba dikaitkan dengan penegakan hukum oleh aparat keamanan, wartawan Dunia-Energi.Com Yurika Indah Prasetianti mewawancarai pakar hukum migas M Hakim Nasution. Berikut petikannya.


M Hakim Nasution

Praktik pengeboran minyak ilegal atau illegal drilling di Kabupaten Muba sangat marak. Selain di wilayah milik pribadi (masyarakat), praktik illegal drilling juga terjadi di wilayah kerja KKKS. UU Migas No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sudah jelas bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tanpa kontrak adalah sebuah kejahatan dan sebuah tindak pidana. Mengapa penegak hukum, terutama Polres Muba tak berani menertibkan serta menangkap pelaku illegal drilling dan para bekingnya?

Jika memang terdapat petunjuk awal adanya praktik kegiatan usaha hulu migas yang melanggar UU Migas No 22 Tahun 2001 seharusnya pemerintah (baca: Kepolisian) hadir untuk melaksanakan dan menegakkan aturan yang ada. Tindak pidana yang tercantum dalam UU Migas bukanlah delik aduan sehingga penyelidikan dan penyidikan tindak pidana ini tidak perlu menunggu adanya pengaduan.


Artinya, polisi sebenarnya mampu untuk melakukan penegakan hukum dengan menertibkan praktik illegal drilling tersebut?

Saya yakin pihak kepolisian memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menindaklanjuti kegiatan yang melanggar UU Migas. Hal mana terbukti berhasil dilakukan dibeberapa daerah lainnya sehingga bisa menekan kerugian negara, kerusakan lingkungan dan hilangnya jiwa karena praktik kegiatan usaha hulu migas yang tidak memenuhi standar keselamatan kerja. Yang penting adalah kemauan untuk menetapkan penanganan pelanggaran kegiatan hulu migas sebagai salah satu prioritas utama.

Praktik illegal drilling di Muba marak karena ada Perda No 26 tahun 2007 tentang pengelolaan sumur sumur tua. Padahal perda itu jelas-jelas bertentangan dengan UU Migas? Apakah itu berarti Perda itu otomatis gugur atau bagaimana?

Sepanjang sepengetahuan saya pengaturan kegiatan usaha hulu migas adalah domain pemerintah pusat. UU Migas mewajibkan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana (baca: SKK Migas) dan kontrak yang sudah ditanda tangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR. Wilayah kerja kegiatan usaha hulu migas ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemda terkait dan selanjutnya penawaran (baca:tender) wilayah kerja serta penetapan badan usaha sebagai pemenang tender wilayah kerja sepenuhnya ada ditangan menteri dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Sepanjang pemahaman saya suatu perda yang pembuatannya memenuhi syarat formal tapi yang substansinya melanggar Undang-Undang atau aturan yang lebih tinggi hierarkinya seharusnya dibatalkan tapi tidak batal secara otomatis. Hal itu menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Jika tidak salah, tahun lalu Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan lebih dari 3.000 perda yang tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi hierarkinya.

Agar praktik illegal drilling di Muba tidak terjadi lagi, langkah apa yang harus dilakukan? Apakah pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM, bisa meminta Polri untuk langsung menertibkan sumur illegal dan juga pelaku penambangan ilegal di wilayah kerja KKKS?

Pelaksanaan dan penegakan hukum secara tegas dan konsisten. Hal ini menurut saya penting untuk memberikan sinyal adanya kepastian hukum dan konsistensi penegakan hukum. Sekali lagi, dugaan tindak pidana yang ada bukanlah delik aduan sehingga pihak pemerintah dapat langsung melakukan tindakan penertiban dan penegakan hukum. Jika perda terkait memang melanggar aturan yang lebih tinggi atau isinya melebihi kewenangan yang ada, Kementerian Dalam Negeri seharusnya segera membatalkan perda tersebut.

Jika praktik illegal drilling ini terus dibiarkan, potensi kerugian negara cukup besar. Apalagi potensi minyak dari ratusan sumur ilegal di Muba itu bisa mencapai ribuan barel per hari. Menurut Anda, langkah strategis apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan penegak hukum?

Perlu dilakukan koordinasi dan sosialisasi yang berkelanjutan antara pemerintah pusat dan pemda/pemkab serta masyarakat yang terlibat namun tanpa mengenyampingkan penegakkan hukum yang tegas dan konsisten.

Untuk sumur yang berada di wilayah kerja milik KKKS, apakah pihak KKS bisa melakukan penertiban secara paksa dengan berkoordinasi pihak aparat keamanan dan ketertiban setempat kendati Pemkab setempat menolak?

Sejatinya, di mana pun terdapat kegiatan illegal drilling maka dapat dilakukan penertiban berdasarkan aturan yang ada. Sekali lagi tindak pidana yang diatur dalam UU Migas bukanlah delik aduan. Ini adalah delik biasa sehingga penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dimana pun kegiatan illegal dirlling itu berlangsung dan terlepas apakah pemkab setuju atau menolak. (DR)