JAKARTA – Divestasi PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Copper and Gold Inc, melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) dinilai tidak sesuai dengan tujuan awal untuk mendorong kemampuan nasional menjadi pelaku di industri pertambangan dunia.

“IPO seharusnya menjadi alasan terakhir untuk opsi ketika pemerintah dan swasta nasional tidak mau beli. IPO tidak bisa dibedakan asing atau nasional jadi potensi dibeli pihak emiten sendiri terjadi,” ujar Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Studies (CIRUSS), Jumat (25/11).

Manajemen Freeport menyatakan divestasi saham Freeport Indonesia kemungkinan besar melalui pasar modal Indonesia sesuai sikap pemerintah seperti yang diinstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Chappy Hakim, Presiden Direktur Freeport Indonesia, sebelumnya menyebut proses divestasi tinggal menungu perhitungan valuasi harga saham.

“Tahun lalu, pemegang saham justru meminta IPO. Sekarang sikap pemerintah sudah sama dengan perusahaan,” kata dia.

Freeport memiliki kewajiban untuk melakukan divestasi 30 persen sahamnya ke pemerintah Indonesia yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, Freeport sudah menyerahkan 9,36 persen sahamnya ke pemerintah. Sementara pada tahap kedua, Freeport harus menyerahkan 10,64 persen saham kepada pemerintah.

Menurut Budi, divestasi saham Freeport melalui bursa saham akan memberikan nilai positif terhadap penguasaan saham Freeport oleh masyarakat. Dengan begitu masyarakat dapat menikmati pengusahaan di industri tambang dan pemerintah bisa menikmati pajak. Serta bisa ikut mendorong citra pasar modal Indonesia.

 

“Kerugiannya, kegiatan penambangan akan tetap dikuasai pemegang mayoritas dan tidak akan ada peningkatan kemampuan nasional sebagai pengusaha.  Kesempatan yang ada tidak termanfaatkan,” kata dia.

 

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan solusi apa pun yang dipilih dalam divestasi saham Freeport tidak boleh mengesampingkan penyelesaian menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan juga keuntungan bangsa Indonesia.

 

“Hakekat tujuan divestasi Freeport adalah mengembalikan amanat konstitusi UUD 1945 yang mengamanatkan pertambangan strategis harus dikelola dan dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat,” kata Syamsir kepada Dunia Energi.

 

Syamsir menekankan agar segera  dilakukan penyelesaian revisi Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), sebagai solusi divestasi saham Freeport.

 

“Freeport Indonesia harus dikelola secara transparan untuk kesejahteraan rakyat, melalui upaya divestasi oleh BUMN dan didanai oleh bank-bank BUMN. Kedua, pemerintah tidak perlu tergesa-gesa melakukan divestasi kontrak, mengingat kontrak akan berakhir tahun 2021. Ketiga, Presiden harus menggunakan kewenangannya untuk melakukan divestasi PTFI  dalam rangka mewujudkan program Nawacita dalam menasionalisasi tambang PTFI,” tandas Syamsir.(RA)