JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan merevisi regulasi yang menetapkan PT Pertamina (Persero) hanya diperkenankan melepas 30% hak partisipasi di Blok Mahakam. Revisi Peraturan Menteri Nomor 37 Tahun 2016 akan memberi ruang bagi Pertamina melepas hak partisipasi Mahakam hingga 39% kepada PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
“Iya revisi (suratnya). Itu Pertamina memgajukan (39%), pemerintah bikin suratnya, up to 39%, sedang di Sekjen sekarang,” kata Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (7/12).
Menurut Arcandra, dalam surat balasan tersebut pemerintah mengizinkan Pertamina untuk melepas hak partisipasi maksimal mencapai 39%.
“Itu Pertamina yang mengajukan, pemerintah bikin suratnya up to 39%,” tukas dia.
Berbeda dengan Arcandra yang juga Wakil Komisaris Utama Pertamina, Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina menegaskan Pertamina tidak pernah mengirim surat ke pemerintah untuk melepas hak partisipasi Blok Mahakam hingga 39%. Bahkan, saat pertemuan dengan Total dan Inpex yang difasilitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Pertamina telah menegaskan hanya boleh melepas maksimal 30% hak partisipasi.
“Kami tidak pernah mengajukan surat ke pemerintah untuk diperbolehkan melepas 39% hak partisipasi. Posisi kami berdasarkan regulasi yang ada,” tegas Syamsu.

Menurut Syamsu, wilayah kerja minyak dan gas (WK), termasuk Mahakam merupakan wewenang pemerintah. Sebagai perusahan negara, Pertamina siap apapun yang diputuskan pemerintah, termasuk jika ada perubahan skema penguasaan hak partisipasi.

“Tapi harus ada acuannya, misalnya perubahan dari 30% menjadi 39%. Untuk itu harus ada surat dari pemerintah yang merevisi aturan yang ada saat ini,” kata Syamsu.

Syamsu mengatakan Blok Mahakam merupakan wilayah kerja migas produksi, sudah mature namun cash flow-nya tetap positif. Dengan demikian masih ekonomis kalau dikelola. Hanya di sektor migas, selain ada oppurtunity, pengelolaa wilayah kerja juga memiliki risiko.

“Kalau kita menguasai 100% (hak partisipasi), oppurtunity-nya 100% dan risiko yang harus kita tanggung juga 100%. Nah di industri migas itu, sharing risk dan profit itu merupakan hal biasa,” kata dia.

Syamsu mengatakan, Pertamina tidak masalah jika sampai akhir kontrak habis Total EP tidak melakukan transaksi dengan Pertamina terkait keikutsertaan mereka. Sebab, pihaknya sudah menyiapkan dana US$700 juta untuk investasi di Blok Mahakam.

“Kalau ditanyakan kesiapan kami (kelola Blok Mahakam), secara teknis dan finansial kami siap,” tegas Syamsu.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan masuk kembalinya lagi Total dan Inpex melalui akuisisi 39% saham blok Mahakam dari Pertamina.
Aksi akuisisi tersebut wajar dilakukan dalam industri migas,  bahkan Pertamina menjadi pihak yang diuntungkan dengan adanya kesepakatan dengan Total dan Inpex karena bisa membagi risiko.
Harry mencontohkan perusahaan sebesar Total saja saat menjadi operator di Blok Mahakam membagi risiko dengan melepas 50% hak partisipasi kepada Inpex. “Jadi bagi-bagi risiko. Kerja sama seperti itu adalah hal biasa dalam bisnis hulu migas. Total dengan Inpex di Mahakam justru 50:50,” tandasnya.

Kontrak pengelolaan Blok Mahakam Total dan Inpex akan berakhir pada 31 Desember 2017. Pasca berakhirnya kontrak Total, pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk mengelola blok yang memiliki produksi gas terbesar di Indonesia saat ini. Tanpa masuknya Total dan Inpex, Pertamina akan menguasai 90% hak partisipasi. Sisanya, 10% diperuntukkan bagi pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

(RI)