JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan operasi PT Freeport Indonesia. Langkah tersebut diharapkan dapat menciptakan titik temu antara pemerintah dengan anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

“Saya usul, supaya pelaku usaha dan pemerintah sama-sama enak. Freeport lebih baik di evaluasi, apa benar mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi perusahaan. Kalau ini benar, berarti operasi Freeport tidak menunjang pasal 33 UUD 45. Kenapa pemerintah dan Freeport tidak menunjuk lembaga independen untuk membuktikan hal tersebut?” ujar Martiono Hadianto, Ketua Indonesia Mining Association periode 2011-2015 di Jakarta, Senin (20/3).

Pemerintah dan Freeport hingga saat ini belum mencapai kesepakatan terkait aturan baru yang mengharuskan perusahaan pemegang kontrak karya pertambangan merubah statusnya menjadi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk mendapat izin ekspor konsentrat. Akibat tidak mau mengikuti aturan, Freeport hingga saat ini tidak bisa melakukan ekspor konsentrat yang menyebabkan stok perusahaan menumpuk. Hingga kemudian aktivitas operasi tambang Grasberg dihentikan.

Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Studies (CIRUSS), mengatakan persoalan terkait Freeport cukup kompleks. Untuk itu, pemerintah diminta bersikap tegas soal perpanjangan kontrak pertambangan Freeport.

“Harus putuskan, diperpanjang atau tidak. Jangan sampai pemerintah berdarah-darah, Freeport berdarah-darah, industri pertambangan hancur,” tegas dia.

Menurut Budi, kontribusi Freeport terhadap penerimaan negara belum tergolong besar. Padahal industri pertambangan semestinya dilihat sebagai prime mover, lokomotif penggerak perekonomian.

Pemerintah diminta melihat industri pertambangan sebagai pendorong pertumbuhan industri lainnya. Serta menunjukkan keberpihakan terhadap para pelaku usaha pertambangan.

“APBD Papua Rp 56 trilliun, lebih besar dari dana yang didapat dari Freeport. Kalau bicara Freeport, bukan bicara soal uang, tapi national integrity. Pemerintah juga jangan memberi beban kepada pengusaha,” ujarnya.

Wahyu Sunyoto, Senior Vice President Geo Engineering Freeport Indonesia, mengatakan bahwa sebaiknya ada lembaga independen yang bisa mengevaluasi manfaat langsung yang telah disumbangkan Freeport. Apalagi cadangan sumber daya alam yang dimiliki Freeport cukup besar.

“Alangkah baiknya kalau ada lembaga independen yang bisa compare. Kita hanya minta kepastian investasi jangka panjang, dimana investasi jangka panjang pasti memerlukan dana fresh,” tandas Wahyu.(RA)