JAKARTA– Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) menyatakan lebih dari 50% dari sekitar 10.640 izin pertambangan yang diberikan kepada pengelola, bermasalah di tingkat administrasi.

“Hingga kini banyak pertambangan yang prosesnya tidak clean and clear,” ujar Ketua IMA Martiono Hadianto dalam diskusi Pengaturan Pertambangan Mineral dan Batubara di Jakarta, Kamis malam.

Martiono diduga banyaknya izin tambang yang bermasalah itu bukan karena tidak diproses melainkan dijual oleh pihak terkait. Apalagi tambang-tambang lokal banyak dilegalkan oleh pihak pemerintah daerah.

“Pemerintah daerah ataupun pemerintah provinsi adalah kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, atas regulasi tambang, bukan malah terkesan memiliki otonomi sendiri,” katanya.

Sejak diberlakukan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu kewenangan daerah adalah sektor pertambangan. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2001.

“UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengukuhkan penyerahan kewenangan sektor pertambangan ke daerah, namun tetap tidak meningkatkan kemampuan aparat daerah dalam mengelola pertambangan,” katanya.

Karena hal tersebut, kegiatan pertambangan menjadi tidak terkendali, cadangan banyak terkuras tanpa diketahui oleh pemerintah, negara tidak mendapat manfaat maksimum dalam bentuk penerimaan negara dan daerah.

Mantan Direktur Utama PT Newmont Nusa Tenggara itu menjelaskan akibat lebih lanjutnya adalah status usaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP) banyak yang tidak jelas. Selain itu, banyak juga yang tidak melakukan kegiatan pertambangan, izin usaha pertambangan banyak yang diperjualbelikan, dan penyelundupan tambang semakin meningkat.

“Lingkungan lingkungan area tambang banyak semakin rusak, masyarakat di area lingkar pertambangan juga tidak dilibatkan, bahkan tidak ada dampak kesejahteraan terkait aktivitas penambangan,” jelas dia. (RA)