JAKARTA – Lebih dari 50 perusahaan menyatakan minat untuk mengambil bagian dalam Project Expose Grass Root Refinery (GRR) Bontang di Kalimantan Timur yang akan dilaksanakan pada Selasa (28/2). Rachmad Hardadi, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PT Pertamina (Persero), mengatakan telah mengumumkan sekaligus mengundang perusahaan-perusahaan yang memiliki kompetensi untuk menjadi mitra strategis dalam pelaksanaan megaproyek GRR Bontang, baik dari refiner, trading company, maupun institusi finansial.

Menurut dia, terdapat empat karakteristik utama calon mitra yang dikehendaki Pertamina, yaitu memiliki rekam jejak yang kuat pada industri pengolahan minyak utamanya keandalan operasional dan eksekusi proyek. Selain itu, calon mitra juga  dapat menyesuaikan dengan struktur dan model bisnis yang dikehendaki Pertamina. “Selain itu calon mitra mesti  memiliki keinginan kuat untuk percepatan proyek dan menyelesaikannya pada 2023, serta memberikan nilai menarik bagi proyek GRR Bontang,” ujar Rachmad.

Rachmad mengatakan Pertamina menargetkan untuk memperoleh mitra strategis tersebut pada 28 April 2017. Segera setelah terpilih, Pertamina bersama mitra strategis akan memulai proses Bankable Feasibility Study (BFS) yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2018 sekaligus menuntaskan pembentukan konsorsium dan akan ditetapkan Preleminary-Investment Decision 1 yang menggambarkan perkiraan awal investasi proyek GRR Bontang.
GRR Bontang ditargetkan mampu mengolah minyak mentah sekitar 300 ribu barel per hari. Pelaksanaan pembangunan kilang baru di Bontang ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri ESDM No. 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016 yang menugaskan Pertamina untuk membangun dan mengoperasikan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur.

GRR Bontang diharapkan bisa mendukung Nawacita Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kemandirian energi dengan mengurangi impor BBM. Pada tahap awal, Pertamina akan masuk dengan minimal kepemilikan sekitar 5% hingga 25 % dan selanjutnya mempunyai hak atau pilihan untuk meningkatkan kepemilikan dalam periode yang akan disepakati kemudian.

“Mitra strategis diharapkan berperan dalam pengadaan crude dan menyiapkan pendanaan. Mitra juga memiliki kemampuan dalam memasarkan produk yang tidak terserap di pasar dalam negeri ke pasar luar negeri, seperti Australia, Papua Nugini, Selandia Baru, dan Filipina,” ujar Rachmad.

Sebagai BUMN, Pertamina berharap agar kemitraan yang nantinya terbentuk, dalam pengambilan keputusan tetap memperhatikan aspek GCG yang kuat. Selain itu juga mengedepankan Indonesia content, sambil tetap menjaga kelangsungan usaha.
Pertamina sudah mempunyai pengalaman positif dalam bermitra dengan mantra-mitra Internasional. SK Energy, Korea Selatan bermitra dengan Pertamina untuk proyek Lube Base Grup III (pelumas sintetis) sejak tahun 2007 di kilang RU II Dumai, Rosneft Oil Company untuk GRR Tuban dan Saudi Aramco untuk RDMP Kilang Cilacap di Jawa Tengah.

“Keterbukaan untuk menerima dukungan mitra Internasional maupun nasional diharapkan dapat mengembangkan budaya untuk siap memimpin dan berkolaborasi dengan tim dari negara dan kebangsaan yang berbeda. Intinya dalam kemitraan tersebut, kita bisa menjaga rasa nasionalisme sambil tetap memberikan nilai positif kepada mitra yang telah bersedia menanamkan modalnya di Indonesia,” ujarnya. (DR/RI).