JAKARTA–  Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar gusar dengan maraknya praktik pengeboran minyak ilegal di sejumlah tempat, terutama di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Padahal, praktik pengeboran minyak apalagi dengan menyerobot sumur  yang menjadi aset negara yang dikelola oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) adalah  perbuatan melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sehingga pelakunya harus segera ditindak.

“Aktivitas illegal drilling itu melanggar hukum. KKKS yang punya izin di wilayah itu yang harus memulai dengan lapor ke Dirjen Migas dan SKK Migas lalu bersama lakukan tindakan dengan aparat,” ujar Archandra.
 
Menurut dia, praktik pengeboran minyak di wilayah kerja KKKS maupun penyerbotan  sumur minyak yang dikelola KKKS tidak  dapat dibenarkan. Sesuai UU Migas, kegiatan pengeboran minyak  dilakukan oleh perusahaan yang telah menandatangani kontrak kerja sama dengan pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Sesuai pasal 52 UU Migas, pelaku illegal drilling diancam kurungan penjara lima tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
 
Terkait rencana Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yang akan melakukan penutupan 27 sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba pada akhir April 2017, Archandra belum mengetahuinya. Dia mengaku  belum mendapatkan laporan mengapa penutupan sumur minyak di  Mangunjaya, Kecamatan Babat Toman di Muba sampai diundur penertibannya.
 
“Nanti akan saya cari tahu dulu kenapa sampai diundur, penyebabnya apa? Baru kita tentukan langkah- selanjutnya,” kata dia. 

Pelaksana Tugas Bupati Muba Yusnin sebelumnya menyatakan  Pemkab Muba akan melakukan penutupan 27 sumur di wilayah kerja dan menjadi aset negara yang dikelola Pertamina EP  Asset 1 Field Ramba di Mangunjaya. Dari total 104 sumur minyak tua di wilayah kerja Field Ramba di Muba, sekitar 74% sudah dilakukan penyemenan oleh pihak Pertamina EP bekerja sama dengan aparat kepolisian dan TNI serta Pemkab Muba pada Oktober tahun lalu.
 
Penertiban dilakukan karena  manajemen Pertamina EP menilai kegiatan pengeboran minyak itu melanggar hukum dan membahayakan penambang karena aktivitas itu tidak melalui  standar prosedur operasi pengeboran minyak. Di sisi lain, kegiatan pengeboran minyak itu juga membahayakan bagi para penambang dan juga masyarakat sekitar, selain adanya kerusakan lingkungan akibat limbah minyak yang tumpah. Beberapa kejadian ledakan  pada sejumlah sumur minyak ilegal di luar wilayah KKKS menimbulkan korban jiwa dan puluhan penambang terbakar.

Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional,  mengakui bahwa praktik illegal drilling bukan hanya terkait aspek keamanan maupun sosial semata tetapi juga disebabkan adanya celah regulasi yang memungkinkan terjadinya tindakan illegal drilling. Di antara regulasi yang ditengarai berpotensi menimbulkan praktik tersebut adalah Peraturan Menteri ESDM No 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.
 
Karena itu, Syamsir mengusulkan sejumlah langkah  strategis untuk  menyelesaikan persoalan tersebut.  Pertama, segera menyelesaikan revisi RUU Migas sebagai payung hukum yang komprehensif di sektor migas. Kedua, perlu komitmen pemerintah dan/atau pemda serta badan usaha atas penyelesaian komprehensif dan integratif terhadap praktik illegal drilling agar tidak menimbulkan dampak keamanan, keselamatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Ketiga, perlu pengawasan secara ketat dan berkelanjutan agar praktik ini tidak merugikan para pihak.
 
“Selain itu, perlu adanya sosialisasi (penyuluhan dan edukasi) masyarakat agar tujuan meningkatkan produksi minyak bumi nasional dengan mereaktivasi sumur tua dapat tercapai, dan di sisi yang lain tidak bermasalah dengan aspek keamanan, keselamatan dan kelestarian fungsi lingkungan,” ujar Syamsir.
 
Menurut Brigjen (Pol) Supriyanto Tarah, Assisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Nasional dan kejahatan Terhadap kekayaan Negara Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemen Polhukham), untuk menertibkan praktik ilegal di sektor migas perlu sinergi di antara semua pemangku kepentingan, baik Kementerian ESDM, SKK Migas, KKKS, pemerintah daerah, dan aparat keamanan (TNI/Polri). Para pihak ini perlu bersinergi terutama dalam sosialisasi penutupan sumur minyak dan bahaya kegiatan illegal drilling.
 
“Di sisi lain juga perlu diperhatikan aspek sosial sebagai dampak dari penutupan sumur-sumur minyak yang dikelola secara ilegal. Ini perlu sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dengan KKKS dan SKK Migas,” ujarnya. (RI/RA/APE)