JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyetor dividen Rp8,57 triliun atau sekitar 23,54% dari total laba bersih 2017 yang mencapai US$2,4 miliar atau setara Rp36,4 triliun (kurs Rp13.500 per dolar AS). Nilai dividen tahun buku 2017 turun dibanding 2016 yang mencapai Rp12,1 triliun atau sekitar 29% dari laba bersih.

Pada 2017, laba bersih Pertamina turun dibanding raihan 2016 yang mencapai US$ 3,15 miliar. Meskipun dari sisi pendapatan, perusahaan milik negara tersebut membukukan kenaikan 18% menjadi US$42,96 miliar dibanding pendapatan 2016 sebesar US$36,49 miliar.

Nicke Widyawati, Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina, mengatakan 2017 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Pertamina. Profil keuangan perseroan masih dipengaruhi tren kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

“Sepanjang 2017, perusahaan tetap berupaya menjaga kinerja keuangan yang positif, meskipun terdampak oleh dinamika harga minyak dunia. Kami fokus menjalankan komitmen proyek strategis dan meningkatkan efisiensi di segala lini, sehingga Pertamina tetap dapat mencatatkan kenaikan pendapatan perseroan,” kata Nicke.

Sepanjang 2017, realisasi rata-rata harga minyak ICP mencapai US$51,17 per barel. Asumsi ICP berdasarkan Rencana Kerja Perseroan 2017 adalah US$48 per barel.

Menurut Nicke, secara umum kinerja operasional perusahaan juga membukukan pertumbuhan. Yakni, naiknya produksi migas sekitar 7%, dari 650 MBOEPD (ribu barel minyak ekuivalen per hari) pada 2016 menjadi 693 MBOEPD pada tahun 2017. Pertumbuhan hulu migas dipengaruhi produksi dari Banyu Urip dan kenaikan produksi ladang luar negeri Pertamina.

Pertamina pun mampu meningkatkan produksi panas bumi (geothermal) menjadi 3.900 GWh, atau naik 27% dibanding tahun 2016 sebesar 3.043 GWh. Hal ini disebabkan beroperasinya PLTP Ulubelu Unit 3 dan Unit 4, serta Kamojang.

Pada pengolahan minyak, Pertamina pun mampu menjaga tingkat kinerja. Hasil produk bernilai tinggi (yield valuable product) meningkat 1% menjadi 78,1% pada 2017, sementara pada 2016 sebesar 77,7%. Volume produk bernilai tinggi (volume valuable product) menjadi 253,4 MMBbl (juta barel) pada 2017.

Di sektor pemasaran, volume penjualan konsolidasi tercermin penurunan tipis 1%, dari 86,84 juta KL pada 2016 menjadi 85,88 juta KL pada 2017. Dari total volume tersebut, volume Premium Penugasan dan Jawa Madura Bali (Jamali) pada 2017 berkontribusi 12,31 juta KL, naik 12% dari periode sebelumnya. Sedangkan, penjualan LPG PSO naik 2% menjadi 11,21 juta KL.

Tingkat Kesehatan Perusahaan mencapai skor total 88,52, dengan rincian aspek keuangan skor 65,00, operasional 12,52, dan administrasi 11,00 sehingga perusahaan termasuk dalam kategori sehat (AA). Kinerja HSSE dan GCG telah terealisasi dengan baik, dimana Pertamina meraih 11 PROPER EMAS dan PROPER HIJAU sebanyak 71. Score assessment GCG 2017 mencapai 91,97.

Pada 2017 Pertamina telah menjalankan Program BBM satu harga di 54 titik sesuai yang ditargetkan pemerintah. Pada 2018, perseroan menargetkan untuk menjalankan BBM 1 Harga di 67 wilayah yang memiliki keterbatasan infrastruktur darat dan laut. Hingga April 2018, sudah terdapat empat titik yang melaksanakan program BBM 1 Harga.

“Tahun 2017 telah dilalui dengan cukup baik. Tahun ini akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi Pertamina. Sebagai BUMN migas, Pertamina akan menjalankan perannya dalam distribusi BBM, menjaga availability, affordability dan accessibility ke seluruh masyarakat Indonesia,” kata Nicke.(RI)