JAKARTA – PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas, membukukan laba bersih sebesar US$ 361 juta hingga Juni 2018 atau sekitar 65,95% dari target tahun ini sekitar US$547 juta. Raihan laba tersebut naik 124,76% dibandingkan realisasi periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 289,4 juta atau 48,56% dari RKAP sebesar US$ 595 juta.

Nanang Abdul Manaf, Presiden Direktur Pertamina EP, mengatakan peningkatan laba bersih pada semester I ditopang oleh kenaikan penjualan. Pada periode hingga Juni 2018, Pertamina EP membukukan pendapatan US$ 1.458 juta, naik 118% dari US$ 1.234 juta (year-on-year/yoy) didorong oleh penjualan dalam negeri non-BBM sebesar US$ 1.442 juta serta ekspor minyak mentah dan gas US$ 16,4 juta.

“Kenaikan pendapatan juga ditopang oleh kenaikan harga minyak, yaitu US$ 66,28 per barel (naik 138,1 % dari US$ 48,48 per barel dari periode sama tahun lalu) dan harga gas US$ 6,07 per MSCF, naik 102,63% dari US$5,92 (yoy),” ujar Nanang di Jakarta, Jumat (10/8).

Menurut Nanang, pendapatan Pertamina EP pada semester I berasal dari hasil penjualan lifting di dalam negeri sebesar 13.632,26 MBO atau sekitar 45,2% terhadap RKAP 2018 sebesar 30.143 MBO. Sedangkan penjualan ekspor minyak berasal dari ekspor kondensat Senoro Field Matindok sebesar 155 MBO ke Singapura dan Korea Selatan serta penjualan ekspor gas dari Unitisasi Suban sebesar 863,12 MMSCF ke konsumen Gas Supply Pte Ltd Singapura.

“Peningkatan penjualan sepanjang semester satu juga ditopang oleh realisasi produksi migas Pertamina EP yang naik 101,76% menjadi 252.529 BOEPD pada tahun 2018 dari 248.161 BOEPD di tahun 2017 (year of year),” katanya.

Hingga akhir Juni 2018, realisasi produksi harian minyak Pertamina EP adalah 76rb BOPD atau 91.65% dari angka RKAP 2018 sebesar 83rb BOPD dan 96.36 % dibandingkan dengan realisasi produksi harian minyak di tahun sebelumnya. Sementara itu, produksi gas hingga Juni 2018 mencapai 1.022,4 MMSCFD dari target RKAP 986.110 MMSCFD, lebih tinggi 104,28% daripada posisi akhir Juni 2017 sebesar 980,44 MMSCFD. Secara total produksi migas Pertamina EP sampai ahir Juni 2018 sebesar 252.529 BOEPD atau 99.73% dibandingkan RKAP 2018 sebesar 253.203.

“Dari lima asset dan kemitraan, kontributor terbesar produksi minyak adalah Asset 5 di Kalimantan dengan produksi rata-rata 18.530 BOPD sekitar 24% dari total produksi minyak Pertamina EP. Sedangkan produksi gas terbesar ada di Asset 2 di Sumatera Selatan sebesar 437,4 MMSCFD atau 43% dari total produksi gas Pertamina EP. Untuk total produksi migas ada di Asset 2, yaitu 92.424 BOEPD atau sekitar 37%,” ujar Nanang.

Asset 5 sebagai kontributor produksi minyak terbesar, salah satunya dari hasil pemboran pada Field Tarakan (di Struktur Sembakung) dan Field Bunyu (Struktur Bunyu). Sedangkan Asset 2 sebagai kontributor produksi gas terbesar didukung oleh perbaikan kinerja kompresor di Field Prabumulih dan penambahan empat unit kompresor di Field Pendopo.

Pertamina EP juga telah merealisasikan anggaran biaya operasi (ABO) sebesar US$ 567 juta, naik 112,8% dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 502,4 juta. Sedangkan anggaran biaya investasi (ABI) hingga akhir Juni sebesar US$ 199,4 juta, naik 105,3% dari US$ 189,67 (year of year).

Untuk meningkatkan cadangan migas, tambah Nanang, Pertamina EP juga melakukan kegiatan eksplorasi yang telah mencapai tujuh sumur. Sebanyak tiga sumur sudah selesai eksplorasi dan empat sumur dalam pelaksanaan pemboran. Untuk seismic 2D telah dilakukan sepanjang 153km dan 3D seluas 344 km2.

“Pada semester II kami proyeksikan realisasi pemboran mencapai 13, seismic 2D sepanjang 1190 km dan 3D seluas 444 km2. Pemboran dilakukan pada beberapa area potensial seperti Akasia Maju dan Pinus Harum di Jawa Barat, Sekarwangi di Sumabgsel, dan Wolai di Sulawesi Tengah,” tandas Nanang.(AT)