JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO), produsen nikel dalam matte, tidak akan membagi dividen seiring anjloknya laba bersih 2016 dan harga komoditas nikel yang masih melemah.

Febriany Eddy, Direktur Keuangan Vale, mengungkapkan laba bersih 2016 yang sebesar US$ 1,9 juta akan dipergunakan untuk dana cadangan dan biaya operasional. Raihan laba bersih tahun lalu turun drastic dibanding 2015 yang mencapai US$ 50,5 juta.

“Harga nikel sedang turun, sulit untuk membayar dividen,” ujar Febriany usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Jakarta, Senin (27/3).

Selain karena faktor harga jual nikel, kinerja keuangan Vale juga dipengaruhi produksi nikel yang di bawah target yakni hanya 77.581 ton. Tidak tercapainya target disebabkan adanya kegagalan teknis pada salah satu transformer di elektrik furnish. Kegagalan teknis ini terjadi pada awal November 2016, sehingga membuat proses produksi sedikit terganggu hingga akhir 2016.

“Tahun ini, perseroan tetap berupaya memaksimalkan kapasitas produksi nikel yang mencapai 80.000 ton,” kata Febriany.

Vale menjual seluruh produksinya ke pasar ekspor. Sebesar 80 persen dijual kepada induk usaha, di Canada, Vale SA’s Sudbury. Sisanya, dijual kepada perusahan asal Jepang, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd.

Febriany mengatakan, sepanjang tahun ini Vale akan fokus untuk mengonversi penggunaan bahan bakar batu bara dari sebelumnya minyak pada mesin tanur pengering.

“Kami tetap fokus lanjutkan konversi batu bara di tanur pengering. Tahun lalu yang kesatu, tahun ini kedua,” kata dia.

Vale pada tahun ini mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar US$ 90 juta. Alokasi belanja modal sebagian besar digunakan untuk peremajaan pabrik pemurnian (smelter) nikel di Sorowako, Sulawesi Selatan.(RA)