JAKARTA – Pemerintah tengah menyusun regulasi baru yang akan mengatur mekanisme pemanfaatan gas suar (flaring gas) yang selama ini tidak tertata dengan baik, bahkan memberikan kontribusi dalam pencemaran lingkungan.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan Indonesia memiliki jumlah gas suar cukup besar yang tersebar di berbagai wilayah dengan jumlah sedikit-sedikit, namun secara keseluruhan total mencapai 200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Jumlah tersebut tentu memberikan kontribusi tidak sedikit terhadap pencemaran lingkungan. Apalagi dalam setiap proyek saat ini jumlah fasilitas untuk mengelola flare gas masih terbatas.

“Tidak ada fasilitas untuk menggunakan gas-nya disitu (di WK migas). Efeknya juga jadi emisi rumah kaca tinggi, makanya peraturan menteri ini khusus untuk menata pemanfaatan gas flare,” kata Wiratmaja di Jakarta.

Pemerintah berharap melalui permen flare gas nantinya bisa menurunkan volume pembakaran flare gas. Serta secara langsung juga berkontribusi terhadap pengurangan emisi rumah kaca dari kegiatan usaha migas.

“Jadi ada dasar hukum dimana flare gas ini bisa dimanfaatkan dengan harga cukup ekonomis. Siapa saja yang boleh memanfatkan? tentu kontraktor. Biasanya untuk on use, juga boleh dibeli,” tambahnya.

Beberapa kategori gas suar yang akan diatur dalam beleid tersebut nantinya adalah gas suar hasil produksi atau pengolahan minyak bumi yang dibakar secara kontinu, gas suar yang tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia kemudian juga termasuk gas suar yang belum termanfaatkan dan belum terjual secara ekonomis.

Instalasi gas suar merupakan sistem pengaman suatu gas yang dihasilkan dari proses pengolahan maupun produksi dengan cara membakar gas tersebut. Selain sebagai pengamanan, pembakaran gas suar bertujuan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan karena apabila gas yang dibuang ke udara tanpa dibakar terlebih dahulu tentunya memiliki dampak negatif bagi lingkungan sekitar.

Selama ini ada beberapa faktor  yang mempengaruhi harga dalam penjualan gas suar seperti komposisi gas suar, lokasi berikut volumenya serta harga minyak Indonesa (ICP).

Salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam permen tersebut, termasuk mekanisme dan prosedur dalam penawaran gas suar kepada industri.

“Salah satunya kita akan open datanya untuk para industri dan entrepreneur. Kita akan open bid saja siapa yang berani paling tinggi, daripada dibakar jadi sampah emisi,” ungkap Wiratmaja.

Selain melakukan penataan harga, pemerintah juga bisa menunjuk pihak tertentu untuk secara khusus mengelola gas suar.

“Kita akan bikin penataan harga atau tugaskan  pihak-pihak tertentu sehingga semakin kecil gas suar bakar di Indonesia,” tandas Wiratmaja.(RI)