JAKARTA – PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi,  sudah sepantasnya mendapatkan prioritas pertama untuk mengajukan penawaran terhadap aset-aset panas bumi yang akan dilepas Chevron Indonesia Company. Selain Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Salak dan Darajat notabene milik Pertamina, melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), perusahaan pelat merah itu juga telah mengoperasikan sejumlah lapangan panas bumi di Indonesia dengan baik.

“PGE mengetahui secara pasti kondisi lapangan karena Chevron dalam JOC dan ESC secara rutin melaporkan ke Pertamina. Dan PGE telah mengoperasikan lapangangan panas bumi di Indonesia dengan baik selama lebih dari 30 tahun,” ujar Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia di Jakarta,  Selasa (4/10).

Menurut Abadi, WKP Salak dan Darajat merupakan milik Pertamina yang kemudian dioperasikan Chevron melalui joint operation contract (JOC) dan energy sales contract (ESC) pada 1984. Dua anak perusahaan Chevron, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd mengelola Darajat dan Chevron Geothermal Salak, Ltd., mengoperasikan Salak.

Operasi Darajat memasok uap panas bumi ke pembangkit yang mampu menghasilkan listrik berkapasitas 270 megawatt (MW). Sementara operasi Salak, salah satu operasi panasbumi terbesar di dunia, memasok uap ke enam unit pembangkit listrik – tiga di antaranya merupakan milik perusahaan – dengan total kapasitas operasi mencapai 377 MW.

“Proses akuisisi, termasuk aset SDM, tidak perlu diragukan kompetensi Pertamina. Beberapa akuisisi Pertamina terhadap lapangan migas hasilnya cukup baik,” ujarnya.

Menurut Abadi,  jika aset panas bumi Salak dan Darajat berhasil dikuasai kembali oleh Pertamina akan makin membuktikan komitmen kuat pemerintah dalam pengembangan panas bumi nasional. “Ini juga membuktikan bahwa anak bangsa bisa mengelola aset panas bumi dengan baik.  Pertamina juga akan menjadi the biggest producer of geothermal energy,” kata Abadi.

Sementara itu, manajamen Pertamina menyatakan siap untuk mengambil alih aset-aset panas bumi yang akan dilepas Chevron. “Insya Allah Pertamina siap dari sisi operasional maupun pendanaan untuk mengakuisisi aset geothermal milik Chevron,” kata Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina.

Menurut Syamsu, jika Pertamina yang mendapat area panas bumi yang akan dilepas Chevron,  pengelolaan akan diserahkan ke anak usaha perseroan yang di sektor panas bumi.

Pemerintah merekomendasikan kepada Chevron Indonesia Company untuk memprioritaskan BUMN untuk mengelola aset panas bumi Chevron di Darajat dan Salak melalui Chevron Geothermal Indonesia Ltd dan Chevron Geothermal Salak Ltd dan menghasilkan listrik sebesar 647 megawatt (MW).

“Kami tandaskan ke Chevron, apabila hanya sedikit selisihnya, mungkin  bisa diberikan ke BUMN. Pada prinsipnya, statement pemerintah kepada Chevron, pada saat terdeliver alih perusahaan ke yang baru itu kualitasnya minimal sama,” kata Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut Yunus, dari sekitar 44 penawaran yang berminat terhadap aset panas bumi Chevron yang akan dilepas, ada beberapa perusahaan yang serius. Di antaranya Pertamina, PT PLN (Persero), PT Medco Power Indonesia, Mitsui and Co Ltd, Marubeni Corporation, dan PT Star Energy.
“Mungkin akan terus bertambah lagi perusahaan yang serius terhadap aset Chevron itu. Tapi ini belum keluar angka, yang jelas mereka sungguh-sungguh,” katanya.

Yunus menambahkan manajemen Chevron telah menyampaikan kepada pemerintah bahwa pelepasan aset panas bumi perseroan ditargetkan tuntas Januari 2017. Target tersebut mundur dari sebelumnya pada Desember 2016.
“Mungkin mereka (Chevron) cari penawaran yang lebih tinggi. Mereka tentu ingin mendapatkan harga yang terbaik,” katanya.

Dia berharap pengalihan aset panas bumi yang saat ini dikelola Chevron tidak menimbulkan kegaduhan, mulai dari masalah tenaga kerja hingga  keberlangsungan operasionalnya. Itu sebabnya Chevron memberikan persyaratan cukup ketat.  “Jadi, bukan hanya sekadar perusahaan panas bumi tapi masih kacangan, ” katanya.(RA/DR/AT)