JAKARTA – PT Pertamina (Persero) meraih nilai tambah hingga US$ 481 juta sepanjang kuartal I 2016 melalui Breakthrough Project (BTP) New Initiatives atau diatas target yang ditetapkan sebelumnya sebesar US$411 juta.

“Proyeksi kami hingga akhir 2016, value added yang bisa diberikan ke Pertamina mencapai US$1,64 miliar,” ujar Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina di Jakarta, Minggu (15/5).

BTP New Initiatives terdiri dari Sentralisasi Pengadaan (nonhidrokarbon), Perubahan Proses Pengadaan Crude dan Produk, Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak, Optimalisasi Aset Penunjang Usaha, dan Corporate Cash Management.

Sepanjang tahun lalu, Pertamina mencatatkan realisasi pencapaian BTP New Initiatives sebesar US$608,41 juta atau 21,68% di atas target awal sebesar US$ 500,42 juta.

Menurut Wianda, salah satu inisiatif baru adalah transformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak oleh Interated Supply Chain (ISC). Saat ini ISC sudah pada tahap 2.0, yakni membentuk sistem pengadaan sistematis, sehingga tender bisa diakses melalui web Pertamina. Perseroan juga mengundang peserta tender hingga di atas 100 peserta.

Selain itu, lanjut Wianda, banyak harga yang ditawarkan sehingga Pertamina harus mengambil the best economic value.  “Jadi kami tidak hanya memilih harga terendah, tapi juga memperhatikan jenis crude yang mana yang paling efisien saat dikelola di kilang Pertamina,” ungkap Wianda.

Pertamina, kata dia, juga terus melakukan pengadaan dari berbagai macam sumber,  tidak hanya di negara tertentu karena dari situ perseroan bisa mendapatkan penawaran harga yang beragam.

Transformasi ISC telah melahirkan tiga tahapan penting atau dikenal dengan Fase 1.0 atau fase Quick Win, Fase 2.0 atau fase World Class ISC, dan Fase 3.0 di mana ISC akan menjadi Talent Engine. Dari Fase 1.0, ISC telah terbukti memberikan kontribusi nyata bagi kinerja Pertamina secara keseluruhan dengan dihasilkannya efisiensi sebesar US$208,1 juta sepanjang tahun lalu.

Untuk Fase 2.0, terdapat enam inisiatif yang dikembangkan, yaitu pengadaan minyak mentah berdasarkan nilai keekonomian yang dilihat dari hasil produksi, penambahan list minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat diolah di Kilang Pertamina, dan kebijakan pengadaan minyak mentah secara berjangka (6 bulan) dengan melakukan pra seleksi untuk minyak mentah yang bernilai ekonomis tinggi.

Inisiatif lainnya adalah negosiasi peningkatan volume minyak mentah domestik yang disuplai kepada  Pertamina oleh KKKS, optimasi pengolahan minyak untuk  mendapatkan margin terbaik, serta penyederhanaan syarat & ketentuan (GT&C) dalam pengadaan minyak mentah di RU VI Balongan sesuai dengan standar internasional.

Selain inisiatif-insiatif tersebut, ISC juga akan melakukan sejumlah langkah terobosan yang akan dilakukan sepanjang 2016. Langkah-langkah terobosan tersebut, meliputi pembelian hydrocarbon, baik minyak mentah, kondensate dan LPG yang bersumber dari Iran, Crude Processing Deal untuk minyak Basrah Light Crude, langkah lanjutan reformasi proses pengadaan minyak mentah & produk di Pertamina, maksimalisasi pembelian minyak mentah domestik untuk Kilang Pertamina, dan BTP Implementasi HPS keekonomian dalam pengadaan minyak mentah.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan upaya transparansi memang harus terus dikedepankan ISC Pertamina.“Dengan adanya transparansi dan terbuka untuk semua masukkan akan mendorong lebih baik dan efisien. Dengan banyak yang mengawasi dan memberikan masukan ISC akan semakin baik kinerjanya,” kata Komaidi.

Dampak ke Masyarakat

Fadel Muhammad, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan DPR mendukung strategi Pertamina transformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak oleh ISC. “Agar ISC juga berdampak ke masyarakat, Pertamina harus mencari produk yang bervariasi dan memiliki produktivitasnya tinggi. Serta tentu lebih bermanfaat ke masyarakat,” kata Fadel, Jumat (13/5).

Berly Martawardaya, pengamat energi dari Universitas Indonesia, menegaskan hal utama yang harus dilakukan Pertamina melalui ISC adalah memangkas biaya-biaya. “Costs cutting dan quality improvement. Hemat anggaran, tingkatkan profit dan competitiveness,” tandas Berly.(RI/RA)