JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta regulasi yang mengatur tata kelola pengelolaan energi nasional tidak memberikan peluang tindakan penyelewangan ataupun yang bisa menjadi policy corruption. Aliran dana di sektor energi yang sangat besar juga berpotensi menimbulkan penyelewangan yang sangat besar.

Giri Supriapdono, Direktur Gratifikasi KPK, mengatakan KPK telah memberikan rekomendasi ke pemerintah terkait penataan kebijakan energi. Salah satu kebijakan yang akan menjadi pengawasan adalah pemberian hak partisipasi (participating interest/PI) 10% kepada pemerintah daerah pada wilayah kerja minyak dan gas.

“Sebenarnya saran kami adalah negara yang berikan talangan ke pemda atau sekalian saja hasil akhir langsung berikan 10%, karena jika mereka investasi juga untuk blok-blok besar kan tidak mungkin juga,” kata Giri kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang ketentuan penawaran hak partisipasi 10% pada wilayah kerja minyak dan gas bumi. Dalam aturan ini skema penawaran PI 10% kepada BUMD atau perusahaan perseroan daerah dilaksanakan melalui skema kerja sama antara BUMD atau perusahaan perseroan daerah dengan kontraktor.

Skema kerja sama ini dilakukan dengan cara pembiayaan terlebih dahulu oleh kontraktor terhadap besaran kewajiban BUMD atau perusahaan perseroan daerah.

Menurut Giri, skema yang diatur dalam permen tersebut justru menyebabkan kerancuan, untuk itu KPK akan mulai melakukan kajian agar bisa ditindaklanjuti kembali oleh pemerintah. “Apa gunanya anda melakukan investasi saya talangi dulu. Nanti kita kaji lagi,” tukasnya.

Selain regulasi terkait keikutsertaan daerah, KPK juga akan meningkatkan pengawasan terkait penerapan biaya operasi yang bisa dikembalikan (cost recovery) dalam kontrak antara pemerintah dengan kontraktor dalam pengelolaan lapangan migas.

Menurut data sejak 2008 hingga sekarang, KPK bersama lembaga lain seperti BPK dan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan telah menyelamatkan ratusan triliun rupiah uang negara akibat proses cost recovery.

“KPK menemukan beberapa praktek tata kelola tidak bagus. Kita selamatkan dari itu kurang lebih Rp 197 trilun , sejak kajian 2008 itu kita bareng, BPK dan Pajak,” ungkap Giri.
Pemerintah berencana akan menggantikan rezim cost recovery bagi kontrak pengelolaan baru dengan skema gross split. Dengan adanya penerapan skema baru ini diharapkan potensi kerugian dari perhitungan cost recovery bisa ditekan.(RI)