JAKARTA – Hambatan berinvestasi terus menjadi sorotan diberbagai sektor, tidak terkecuali sektor hulu migas. Tidak hanya regulasi yang berbelit, panjangnya alur birokrasi dan  ketiadaan integrasi antar lembaga atau kementerian menjadi tantangan serius dalam berinvestasi.

Chuck Taylor, Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit, mengungkapkan selama ini pelaku usaha seperti Chevron sudah memiliki koordinasi dan hubungan baik dengan pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Namun dalam bisnis migas tidak hanya berurusan dengan dua lembaga tersebut melainkan dibutuhkan koordinasi lintas lembaga dan kementerian.

Salah satu yang menjadi tantangan adalah saat menjalin komunikasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Padahal  Chevron memiliki strategi bisnis yang tepat tanpa memberikan dampak besar terhadap lingkungan seperti yang sering kali dikhawatirkan.

“Kami tidak didukung baik oleh Kementerian LHK, mungkin sepertinya LHK belum paham betul dengan aspek bisnis kami,” kata Taylor disela diskusi pelaksanaan IPA Convex 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (2/5).

Dia berharap hubungan baik dengan kementerian dan lembaga bisa terjalin baik, seperti halnya koordinasi dengan Kementerian ESDM dan SKK Migas. “Dengan ESDM dan SKK Migas sudah bagus kerjasamanya. Kami harapkan bisa terapkan itu dengan kementerian lain juga,” kata Taylor.

Fred McMahon, Vice President Fraser Institute, mengungkapkan untuk meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia harus ada perbaikan dari berbagai aspek. Apalagi ada perbedaan dalam penilaian iklim bisnis di Indonesia. Ketika berbicara general atau secara umum, kemudahan berbisnis di Indonesia sudah cukup baik. Ini berbeda ketika melihat jauh kedalam, terutama di industri migas dimana kemudahan berbinisnya masih diragukan.

Menurut McMahon, fokus utama  perusahaan migas adalah pengembalian investasi. Selama ada kepastian dari pemerintah akan adanya pengembalian tersebut maka dengan sendirinya gairah investasi akan terus meningkat.

“Perusahaan migas harus dapat return yang baik sebelum investasi lagi, karena risiko tinggi. Jadi agar bisa dapat untung signifikan untuk mendapatkan untung US$10 dengan modal US$1. Ini banyak risikonya. Karena kalau kebijakan itu tidak mendukung maka uangnya hilang,” tandas McMahon.(RI)