JAKARTA – Pelaku usaha di sektor pertambangan meminta ada kepastian usaha seiring akan habisnya kontrak, baik kontrak karya (KK) maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan sinyal semua KK dan PKP2B bisa otomatis diperpanjang kontraknya dengan merubah rezim menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun masalahnya hingga kini belum ada tata cara perubahan tersebut.

Apalagi pemerintah juga telah mencabut Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2017 tentang tata cara pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak karya dan PKP2B.

“Kami tunggu tata caranya bagaimana. Kontrak yang mau habis 2019 itu Harum (Harum Energy), hingga kini belum ada diskusinya. Arutmin (PT Arutmin Indonesia) habis 2020, dan Freeport 2021. Ini PR panjang buat pemerintah,” ujar Ido Hutabarat, Ketua Indonesia Mining Association (IMA) kepada Dunia Energi ketika ditemui di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Ido, perusahaan-perusahaan pemegang KK mengeluh negosiasi yang ditawarkan pemerintah tidak membuka kesempatan untuk mendapatkan win-win solution.

“Itu (keluhan) dari KK asing, tapi mereka tetap akan mendukung pertumbuhan industri pertambangan,” kata dia.

Ido menambahkan pemerintah perlu memberikan guideline supaya negosiasi dengan pelaku usaha bisa berjalan kondusif, karena tanpa itu tidak ada kepastian hukum.

Seiring belum adanya kepastian perpanjangan kontrak, investasi baru di sektor pertambangan, khusus dari pemegang KK maupun PKP2B pun menjadi terhambat.

“Tidak ada capex baru, karena belum ada kepastian. Takut juga kami. Apa yang ada sekarang saja, kapasitas yang ada sekarang,” kata Ido.

Menurut Ido, di sektor mineral dan batu bara (minerba), investasi terbesar di mineral, khususnya untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Berbeda di batu bara yang saat ini memiliki kapasitas hingga 500 juta ton, namun produksi saat ini masih sekitar 460 juta ton.

“Kalau di mineral, investasi baru itu untuk smelting. Mereka tidak akan buat smelter kalau tidak ada kepastian perpanjangan. Karena balik modal smelter itu tidak dalam 5 tahun, tapi 10 tahun, 20 tahun, atau hingga 30 tahun,” ungkap Ido.(RA/AT)