JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyatakan konsumsi LPG 3kg bersubsidi tahun ini berpotensi melampaui kuota yang ditetapkan pemerintah seiring pemangkasan asumsi konsumsi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017

“Potensinya ada (kelebihan konsumsi). APBNP 2017 kan dipotong volumenya, kalau tidak dipotong tidak over kuota,” kata Muchamad Iskandar Direktur Pemasaran Pertamina saat ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (15/11).

Pada APBNP 2017 kuota LPG dipatok sebesar 6,5 juta ton. Padahal sebelumnya pemerintah menetapkan kuota sebesar 7,096 juta ton. Namun hingga September,  Pertamina menyebut kelebihan konsumsi sudah menyentuh 1% dan pada akhir 2017 nanti kelebihannya bisa mencapai 2% dari kuota.

Iskandar menjelaskan jika konsumsi melebihi kuota dan Pertamina tidak  mendapatkan penggantinya, maka beban perusahaan plat merah itu dipastikan akan semakin meningkat. Apalag harga LPG di pasaran internasional juga makin tinggi.

“Harga pasar lagi naik, cuma yang bahaya volumenya kalau lebih dari kuota kami tidak bisa dibayar, takutnya itu,” tandas Iskandar.

Pada semester pertama 2017 harga acuan CP Aramco telah melampaui asumsi APBN 2017, yakni dari US$300 per ton menjadi US$400 per ton.

Jika proyeksi kelebihan konsumsi 2% terbukti, Pertamina diperkirakan akan menanggung kelebihan subsidi LPG mencapai Rp 1,7 triliun.

Ali Ahmudi, pengamat energi dari Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS), menegaskan subsidi LPG yang ada saat ini dinilai tidak sehat karena jumlahnya terus bertambah dan berpotensi menggrogoti keuangan Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan untuk menyalurkan LPG. Salah satu yang harus digaris bawahi dari subsidi LPG adalah pelaksanaan yang tidak tepat sasaran sehingga jumlahnya terus membengkak

Menurut Ali,  untuk mengantisipasi masalah tersebut ada beberapa cara, misalnya mengendalikan subsidi agar tepat sasaran, terukur dan tertelusur kemudian mencegah penyimpangan dengan mengurangi disparitas harga yang terlalu tajam antara subsidi dan non-subsidi. Serta mulai mengalihkan subsidi dari subsidi barang ke subsidi orang atau sistem.

“Seperti pendidikan murah, layanan kesehatan, transportasi publik yg terjangkau, bantuan modal untuk UMKM, dan masih banyak lainnya,” tandas Ali.(RI)