JAKARTA – Usulan PT PLN (Persero) untuk mengubah formulasi perhitungan tarif adjustment listrik dinilai perlu kajian mendalam. Pasalnya, PLN tidak memberikan dasar perhitungan yang jelas hingga mengusulkan gas dan energi baru terbarukan (EBT) menjadi salah satu komponen dalam penentuan tarif listrik. Padahal kontrak beli gas ataupun EBT tidak berubah setiap bulan .

“PLN perlu menjelaskan bagaimana dasar hitungan mereka. Harga gas dibeli dengan kontrak jangka panjang dengan perubahan harga 1-2 tahun sekali dan tidak berubah setiap bulan,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform kepada Dunia Energi, Jumat (26/8).

Menurut Fabby, formula tarif listrik adalah biaya pokok pembangkit (BPP) ditambah  margin PLN. BPP itu pada dasarnya 60% biaya pembangkitan dan sisanya biaya transmisi distribusi administrasi, pelayanan dan yang lainnya.  Komposisi bauran energi terbarukan memang perlu diperhatikan karena mempengaruhi biaya pembangkitan, namun itu bisa dimasukkan dalam komponen biaya pembangkitan.

“Jadi formula tidak perlu berubah tapi perhitungan biaya perlu dilakukan dalam menentukan tarif dan subsidi pada 2017,” tukas dia.

IMG-20160409-WA0000

PLN sebelumnya mengusulkan perubahan formulasi penentuan tarif adjustment listrik. PLN berdalih perkembangan energi sekarang ini membuat perhitungan tarif listrik tidak lagi terpaku terhadap tiga komponen utama, yakni kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, inflasi, dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), namun juga penggunaan energi terbarukan dan gas.

“Sekarang energi terbarukan masuk, padahal dulu kan ada BBM, inflasi, dan kurs, mungkin masuk juga harga gas,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PLN.(RI)