JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam resmi mendaftarkan permohonan uji materiil (judicial review) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP 23 Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Uji materiil juga diajukan untuk Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri. Serta Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Permohonan uji materiil diajukan ke Mahkamah Agung (MA), Kamis (30/3).

“Gugatan ini diajukan guna memastikan bahwa pemerintah, khususnya Menteri ESDM dapat berhukum secara benar karena secara jelas, tegas, dan terang benderang bahwa Undang-Undang (UU) Minerba melarang ekspor mineral yang belum diolah dan dimurnikan di Indonesia,” kata Ahmad Redi, Juru Bicara Koalisi, Kamis.

Koalisi terdiri atas berbagai lembaga di antaranya Publish What You Pay (PWYP), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Perkumpulan Indonesia untuk Keadilan Global, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI). Serta beberapa tokoh di bidang pertambangan di antaranya Yusri Usman, Marwan Batubara, Fahmy Radhi, dan beberapa pihak lainnya.

Redi menambahkan larangan ekspor juga diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 10/PUU-VIII/2014. Namun, Menteri ESDM malah menyimpang dari ketentuan Pasal 103 dan Pasal 170 UU Minerba dan Putusan MK.

“Kesesatan lainnya, yaitu adanya norma dalam Permen ESDM yang mengatur bahwa KK dapat menjadi IUPK. Padahal dalam UU Minerba jelas IUPK lahir dari rezim WPN yang mendapat persetujuan DPR, diubah menjadi WUPK, lalu WIUPK yang ditawarkan ke BUMN. Apabila BUMN tidak berminat baru dilelang kepada swast secara lelang. Hal itu tegas dalam UU Minerba,” ungkap dia.

Redi mengatakan, pihak koalisi ingin Menteri ESDM Ignasius Jonan dapat menggunakan hukum secara lurus, waras, dan memastikan kepentingan nasional di atas kepentingan korporasi asing, khususnya PT Freeport Indonesia. Kebijakan minerba harus dikawal karena
Pendaftaran permohonan uji materi atas PP dan Permen ESDM ini dilakukan oleh Tim Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil, diketuai Bisman Bhaktiar. Ada juga permohonan uji materi yang diajukan ke MA, pertama uji materi PP 1/2017 dengan Termohon Presiden Republik Indonesia dan kedua uji materi Permen ESDM 5/2017 serta Permen ESDM 6/2017 dengan Termohon Menteri ESDM.

“Pengajuan gugatan ini merupakan kepedulian masyarakat sipil untuk melakukan koreksi atas kebijakan pemerintah yang tidak tepat, khususnya terkait dengan kebijakan hilirisasi sektor pertambangan mineral,” ungkap Bisman.

Koalisi beranggapan bahwa pertambangan mineral merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dikuasai oleh negara guna memberikan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Nilai tambah dapat dilakukan dengan lebih maksimal apabila dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba (UU Minerba). Namun demikian, kenyataannya pemerintah tidak konsisten melakukan kebijakan tentang pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dan telah melanggar UU Minerba dengan mengizinkan kembali ekspor mineral mentah ke luar negeri melalui PP 1/2017 serta Permen ESDM 5/2017 dan 6/2017.
Selain itu, permohon ini juga didukung dan diperkuat dengan keterangan ahli dari beberapa profesor dan pakar hukum diantaranya Prof. Dr. Yuliandri, SH., MH., Guru Besar dari Universitas Andalas, Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum, Guru Besar dari Universitas Diponegoro, Dr. Bayu Dwi Anggono, SH, MH, pakar hukum dari Universitas Jember dan beberapa pakar lainnya.
Bisman menegaskan bahwa PP 1/2017 serta Permen 5/2017 dan Permen 6/2017 telah mendegradasikan kehendak dan upaya strategis yang diamanatkan oleh Konstitusi dan UU Minerba untuk meningkatkan nilai tambah hasil penambangan mineral dengan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Rakyat Indonesia sangat dirugikan dengan kebijakan izin ekspor mineral mentah ini, untuk itu Koalisi Masyarakat sipil mendukung dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk konsisten melakukan kebijakan hilirisasi pertambangan mineral dengan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana telah dinyatakan beberapa waktu yang lalu dalam pengantar sidang kabinet.

Menurut Redi, sampai saat ini telah berpuluh-puluh tahun sebagian besar mineral diekspor masih dalam bentuk bahan mentah, tanpa dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri terlebih dahulu.

“Kondisi ini mengakibatkan pertambangan mineral tidak menghasilkan nilai tambah (added value) maupun multiplier effect yang besar secara maksimal kepada rakyat karena kita telah menjual langsung tanah dan air ke luar negeri,” tandas Redi.(RA)