JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS), badan usaha milik negara di sektor pertambangan timah, mengestimasikan kinerja keuangan kuartal I 2017 akan positif dibanding periode yang sama 2016 yang membukukan rugi bersih Rp138,85 miliar. Pada tahun ini, Timah menargetkan laba bersih Rp sebesar Rp 862 miliar, naik 242% dibanding raihan 2016.

“Kuartal I tahun ini kinerja keuangan kami positif, dibanding tahun lalu yang negatif,” ujar Sutrisno S Tatetdagat, Sekretaris Perusahaan Timah di Jakarta, baru-baru ini.

Pada kuartal I 2016, kerugian Timah disebabkan penurunan pendapatan dan meningkatkan beban pokok. Pendapatan turun 5,2% menjadi Rp1,30 triliun dibanding kuartal I 2015 sebesar Rp1,37 triliun. Disisi lain, beban pokok meningkat 5,8% dari Rp1,22 triliun menjadi Rp1,29 triliun.

Menurut Sutrisno, kinerja keuangan Timah yang positif pada tiga bulan pertama tahun ini ditopang dengan peningkatan produksi timah yang signifikan. Serta makin membaiknya harga timah.

“Produksi kita pada kuartal I tahun ini naik dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu,” kata dia.
Pada kuartal I 2016, produksi bijih timah turun 48,81% menjadi 3.405 ton dibanding periode yang sama 2015. Demikian pula produksi logam timah, turun 40,42% menjadi 4.205 metrik ton.

Dengan asumsi kenaikan sekitar 100%, maka produksi bijih Timah pada kuartal I 2017 sekitar 6.800 ton dan produksi logam timah sebesar 8.400 metrik ton.

Sepanjang 2017, Timah menargetkan volume produksi bijih timah sebesar 35.100 ton dan produksi logam timah sebesar 35.550 ton.

Sementara volume penjualan ditargetkan sebesar 35.550 metrik ton atau naik 33,3% dibanding realisasi penjualan 2016 sebesar 26.670 metrik ton.

Menurut Sutrisno, dari sisi harga pada tahun ini juga bakal menguat seiring permintaan dunia yang masih tinggi. Permintaan timah ini ditopang oleh pertumbuhan industri elektronik, manufkatur dan produk kimia. Sementara negara dengan konsumsi timah terbesar saat ini adalah Cina, Taiwan, Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Selain itu, manajamen Timah juga akan tetap mendorong efisiensi. “Seperti tahun sebelumnya efisiensi masih tetap dilakukan yang di antaranya bisa menekan biaya produksi,” tandas Sutrisno.(AT)