JAKARTA – Pemerintah mewajibkan seluruh proyek kilang Pertamina memiliki fasilitas, infrastruktur dan teknologi yang menjadikan kilang lebih fleksibel. Ini bertujuan untuk mengantisipasi perkembangan konsumsi energi ke depan.

“Strateginya kalau kebutuhan BBM mundur, atau puncaknya berapa, maka kilang harus bisa fleksibel untuk diubah memproduksi petrokimia,” ujar Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (13/12).

Saat ini kendaraan listrik berkembang pesat. Jika penggunaan kendaraan listrik terus meningkat, otomatis konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Apalagi proyek kilang Pertamina ditargetkan baru selesai seluruhnya pada 2026.

Menurut Arcandra, setelah Refinery Development Master Plant (RDMP) maka kilang-kilang Pertamina akan mampu mengelola berbagai jenis minyak, tidak hanya beberapa jenis seperti sekarang.

Dengan banyaknya jenis minyak yang diserap maka potensi untuk mendapatkan harga minyak mentah atau crude lebih murah.

“Dengan lebih banyak revamping akan lebih banyak lagi crude-crude yang masuk yang bisa diolah sehingga yieldnya hasilnya lebih bagus, tidak tergantung beberapa jenis, bisa crude lebih murah dengan adanya RDMP,” kata  Arcandra.

Ada enam proyek kilang yang sedang dikerjakan, dua kilang baru yaitu Bontang dan Tuban. Serta empat kilang lainnya adalah pengembangan atau RDMP yakni Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai.(RI)