Sigit Reliantoro (Foto: Zaky Arsy).

Sigit Reliantoro (Foto: Zaky Arsy).

Pada Selasa malam, 10 Desember 2013, Menteri Lingkungan Hidup (LH) telah mengumumkan hasil Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) periode 2012 – 2013. Sebanyak 12 perusahaan mendapatkan peringkat Emas, yakni peringkat tertinggi yang paling prestisius dalam penganugerahan PROPER. Sementara 113 perusahaan mendapatkan Hijau, 1.039 perusahaan mendapatkan Biru, 611 perusahaan mendapat Merah, dan 17 perusahaan Hitam.

Mereka yang mendapatkan PROPER Emas adalah PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk – Pabrik Palimanan, Chevron Geothermal Salak, Ltd, PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, Chevron Geothermal Indonesia, Ltd – Unit Panas Bumi Drajat, PT. Jawa Power, PT. Holchim Indonesia, Tbk – Cilacap Plant, PT. Unilever Indonesia, Tbk – Pabrik Rungkut, PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk – Pabrik Tuban, PT. Pertamina (Persero) S&D Regional II terminal BBM Rewulu, PT. Bukit Asam (Persero) Tbk – Unit Pertambangan Tanjung Enim, PT. Badak NGL, dan PT. Medco E&P Indonesia – Rimau Asset.

Dari 12 perusahaan itu, beberapa perusahaan energi termasuk yang menjadi langganan mendapatkan Emas. Yakni Chevron Geothermal Salak, Chevron Panas Bumi Drajat, dan Medco Rimau Asset. Banyak kalangan berpendapat, tidak sulit bagi operasi panas bumi mendapatkan PROPER Emas. Karena seluruh kegiatan hingga hasil produksinya ramah lingkungan. Yang luar biasa jika yang mendapatkan Emas perusahaan minyak seperti Medco Rimau Asset, yang bukan penghasil energi ramah lingkungan.

Namun pendapat itu tidak sepenuhnya dibenarkan oleh Ketua Sekretariat PROPER Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sigit Reliantoro. Menurutnya, peringkat Emas tidak diberikan kepada perusahaan yang hanya sukses mengelola lingkungan. Melainkan harus diikuti oleh keberhasilan dalam menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility) di sekitar wilayah operasinya.

Lantas apa indikator dari keberhasilan pelaksanaan CSR yang dapat membuahkan PROPER Emas itu? Apa pula yang harus dilakukan perusahaan yang gagal meraih Emas tahun ini, untuk kembali bertarung meraih penghargaan paling bergengsi itu di periode 2014 – 2015? Berikut penuturan Sigit Reliantoro (SR) selengkapnya kepada Dunia Energi (DE).     

DE: Sejumlah perusahaan kembali gagal meraih PROPER Emas tahun ini, meski sebelumnya sudah tiga kali berturut-turut meraih Hijau. Nampaknya penilaian dan seleksi untuk mendapatkan Emas ini semakin ketat?   

SR: Iya, memang kita memberikan kriteria seleksi yang sangat ketat untuk PROPER Emas. Secara normatif, mereka yang bisa meraih Emas, adalah yang sudah tiga kali berturut-turut mendapatkan PROPER Hijau. Namun pada periode penilaian 2012 – 2013 ini, KLH ingin PROPER Emas yang diberikan, benar-benar mencerminkan performa pengelolaan lingkungan yang sempurna. Maka dari itu, seleksinya berlapis, termasuk screening.

DE: Apa saja yang dikupas dalam screening PROPER Emas itu?  

SR: Screening, dilakukan untuk memastikan program-program lingkungan yang dilakukan perusahaan, benar adanya atau tidak. Pasca screening, Tim PROPER akan melakukan “Tes Additinonalitas”. Tes ini dilakukan untuk mengetahui, program-program yang dilakukan perusahaan pengincar PROPER Hijau dan Emas. Programnya luar biasa atau biasa-biasa saja. Misal soal klaim efisiensi energi, yang sudah dilakukan sifatnya absolut atau bahkan plus.

DE: Seperti apa bentuknya Tes Additionalitas itu?

SR: Tes additionalitas, dilakukan untuk menilai sejauh mana teknologi pengelolaan lingkungan dan efisiensi energi yang diterapkan oleh perusahaan. Kalau teknologi yang dikembangkan sudah biasa diterapkan di tempat lain, penilaiannya biasa-biasa saja. Demikian pula dengan investasi yang ditanamkan. Biasa-biasa saja, atau luar biasa. Kalau berani investasi, biar rugi asal demi lingkungan, maka akan dapat nilai tinggi.

DE: Lalu, hal apa lagi yang menjadi penentu sebuah perusahaan dapat meraih PROPER Emas atau tidak?

SR: Tingkat kesulitan pelaksanaan program, juga jadi penentu bisa ditembus atau tidaknya PROPER Emas. Makin susah teknis pelaksanaannya, kalau terbukti telaten mengerjakannya, dapat prioritas menembus barrier (ketatnya seleksi PROPER Emas, red) itu. Mungkin programnya tampak biasa-biasa saja, namun dari sisi kondisi pelaksanaannya lebih berat, kategori Hijau atau Emas bisa disandangkan.

DE: Jadi tahapan penilaian dan seleksi untuk mendapatkan PROPER Emas ini sangat detail ya?

SR: Tak cukup hanya tahapan yang dibuat lebih detail. Untuk PROPER periode 2012-2013, KLH menerapkan aturan baru penilaian. Deretan penghargaan pemerintah yang biasanya mendapat nilai 10, kini dipangkas jadi 0,5. Pertimbangannya, agar perusahaan peserta PROPER lebih inovatif dan tidak melulu mengandalkan deretan penghargaan dari berbagai Kementerian.

DE: Inovasi seperti apa yang dapat memperoleh nilai tinggi?

SR: Inovasi yang masuk kategori bisa memperoleh tinggi tidak sembarangan. Harus yang daya jualnya tinggi, dan unsur knowledge-nya tinggi. Metode ini juga untuk mendorong perusahaan mempunyai knowledge management dalam pengelolaan lingkungan.

DE: Kabarnya keberhasilan dalam melaksanakan CSR atau Comdev (Commnunity Development) juga menjadi penentu bisa diraih atau tidaknya PROPER Emas?

SR: Benar, dan dari sisi penilaian program Comdev (Community Development) juga ada perubahan untuk penilaian periode 2012 – 2013 ini. Untuk periode kali ini, perusahaan tidak cukup hanya peduli pada warga sekitarnya. Namun perlu dicek juga, sejauh mana kepeduliannya terhadap karyawan. Maka dari itu, dalam menseleksi calon penerima Emas, Tim Penilai PROPER juga ‘blusukan’ ke internal perusahaan. Mereka meniliti, perusahaan yang dinilai punya Serikat Pekerja atau tidak, punya form ‘uneg-uneg’ (keluhan) pekerja atau tidak. Jangan sampai perusahaannya kita beri Emas, eh ternyata didemo karyawannya sendiri.

DE: Sejauh mana kemampuan perusahaan-perusahaan di sektor energi meraih PROPER Emas?

SR: Tingkat kepatuhan dan beyond compliance perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas) sangat baik. Maka dari itu, yang mendapatkan Emas di sektor migas, diwaktu lalu adalah yang sudah tiga tahun berturut-turut menjadi yang terbaik di sektornya. Namun kali ini kriteria ditambah. Emas diberikan kepada perusahaan migas yang inovasinya luar biasa. 

Contohnya Emas yang diberikan untuk Medco. Diberikan karena perusahaan itu mengembangkan pertanian organik. Kita anggap itu sebagai inovasi, karena tidak mudah meyakinkan petani untuk beralih ke sistem organik. Hasil pertaniannya pun bisa dijual sehingga aspek lingkungan dan ekonomi saling beriringan.

Lalu Emas yang diperoleh LNG Badak. Perusahaan itu berhasil membangun sistem manajemen lingkungan yang berbasis knowledge management. Air pendingin yang suhunya panas, berhasil dinormalkan suhunya sehingga tidak merusak lingkungan saat dibuang.

Comdev-nya juga benar-benar pioneer, yakni program “Bedah Kampung” yang berjalan seiring dengan 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan melibatkan Pak Ali, warga setempat yang kemudian menjadi local hero. Warga yang tadinya suka ngebom ikan, berhasil diajak merehabilitasi mangrove dan terumbu karang, sekaligus menjadi peternak budidaya ikan hias bernilai mahal.   

Ada juga perusahaan tambang batubara yang mendapatkan Emas. Itu karena mampu bersinergi dengan pemerintah daerah (pemda) dalam pelaksanaan program-program Comdev atau CSR-nya. Perencanaanya bagus, pelaksanaannya transparan, dan tidak ada yang overlapping dengan program daerah, bahkan kerja bareng dengan pemda. Padahal perusahaan lain justru ada yang ‘kucing-kucingan’ dengan pemda.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)