JAKARTA – Bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dengan kadar oktan (research octane number/RON) 88 dengan kualitas rendah akan makin ditinggalkan dan habis dengan sendirinya oleh konsumen. Apalagi premium kini tidak lagi disubsidi oleh pemerintah sehingga selisih harganya dengan pertalite menjadi kecil sehingga menjadi pilihan bijak dari masyarakat dengan beralih dari premium ke pertalite.

“Secara bertahap saya kira premium akan habis. Biarkan saja secara alamiah Premium  ditinggalkan sesuai dengan pilihan masyarakat,” ujar Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat.

Saat ini harga jual pertalite di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebesar Rp 6.900 per liter dan pertamax dibanderol Rp 7.350 per liter . Sedangkan harga premium dibanderol Rp6.450 per liter. Artinya, harga pertalite dan pertamax berkisar Rp500-Rp900 per liter.

Dengan selisih harga yang tidak terlalu lebar, kualitas yang diperoleh konsumen dari pertalite dan pertamax jauh lebih bagus. Kualitas pertalite dan pertamax yang ditunjukkan dari kadar oktan jauh di atas premium. Jika premium hanya memiliki RON88, pertalite dan pertamax memiliki kadar oktan sebesar 90 dan 92.

Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, konsumsi premium tercatat turun 28,75%. Sebaliknya, konsumsi BBM berkualitas, seperti Pertalite, dan Pertamax Series makin membesar. Bahkan, konsumsi harian Pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 telah melonjak 282% dibanding konsumsi pada semester I 2016.

Rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium hingga 20 September 2016 tinggal 50 ribu kiloliter (KL) per hari, turun 28,75% dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I 2016 sebesar 70.183 KL per hari. Di sisi lain, Pertamax Series ( Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo) konsumsinya terus meningkat. Jika pada pada semester I, konsumsi rata-rata Pertamax series 9.626 KL per hari, hingga 20 September rata-rata konsumsi naik jadi 15.682 KL perhari.

Ferdinand Hutahean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, mengatakan selain faktor disparitas harga yang tidak terlalu jauh dengan premium, hal ini ditopang konsumsi BBM berkualitas seperti pertalite dan pertamax series karena masyarakat menilai manfaat menggunakan bahan bakar berkualitas.

Namun, Ferdinand menambahkan, premium tidak boleh dihilangkan saat ini dan biarkan rakyat menentukan pilihan terhadap BBM yang akan dikonsumsi. Apalagi, kebijakan penghapusan premium harus berdasarkan  keputusan pemerintah dan persetujuan DPR.

“Waktu akan menjawab nanti bahwa premium akan hilang sendiri seiring tumbuhnya kesadaran konsumen, tentu yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi,” tandas dia.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, menilai pelemahan harga minyak  mentah yang memicu rendahanya harga BBM nonsubsidi menjadikan konsumen mengubah pilihannya dari semula pada premium menjadi pertalite dan pertamax series. Hal ini menyebabkanpermintaan premium terus turun. “Stok premium saat ini berada di atas 22 hari dari biasanya sekitar 18 hari,” katanya. (RI/RA)