JAKARTA – Biaya produksi listrik atau Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan dipastikan akan naik seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun kenaikan BPP tidak serta mendongkrak tarif listrik.

“Pasti akan ada kenaikan. Bottom line-nya, saya bisa kendalikan kenaikan BPP sehingga listrik (tarif) tetap, tidak naik,” kata Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PT PLN (Persero) di Jakarta, Senin (20/8).

Pengendalian BPP tersebut kata Sarwono akan ditempuh dengan melakukan berbagai upaya efisiensi. Salah satunya dengan pemeliharaan fasilitas, sehingga lebih handal dalam menghasilkan listrik.

“Misalnya pemeliharaan, efisiensi, istilahnya hybrid itu berapa konsumsi yang dipakai energi per kilo watt-nya. Itu juga kami lakukan dalam rangka efisiensi,” ungkap Sarwono.

BPP merupakan biaya penyediaan tenaga listrik oleh PLN di pembangkitan tenaga listrik, biaya ini tidak termasuk biaya penyaluran tenaga listrik. BPP Pembangkitan terdiri atas BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan BPP pembangkitan nasional.

Pemerintah telah mematok BPP yang tertuang dalam Kepmen ESDM No 1772 K/20/MEM/2018 tentang besaran biaya pokok penyediaan pembangkitan PLN sebagai acuan berlaku sejak 1 April 2018 hingga 31 Maret 2019 sebesar Rp 1.025 per kWh.

Selain itu, PLN juga telah mengantisipasi pergerakan dolar AS dan mendapatkan tambahan dari reprofiling. Jika dikalkulasikan maka mitigasi risiko sudah lebih baik.

“Kalau kenaikan dolar itu kan kami lakukan hedging, itu juga mitigasi risiko. Kami juga ada US$2 millar reprofiling, bagus untuk PLN. Reprofiling yang tadinya 8% menjadi bunga 5%-6%,” kata Sarwono.(RI)