BATU HIJAU- PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), perusahaan pertambangan yang memiliki izin usaha pertambangan emas dan tembaga di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat telah menyetorkan kewajiban pembayaran royalti kepada pemerintah Indonesia hingga September 2015 sebesar US$63,63 juta, meningkat signifikan dibandingkan pembayaran royalti sepanjang 2014 yang hanya US$17,98 juta. Kontribusi terbesar royalti NNT kepada pemerintah berasal dari tembaga sebesar US$30,34 juta, disusul emas US$22,39 juta dan perak US$891 ribu.

Rubi W Purnomo, Kepala Departemen Komunikasi NNT, mengatakan kenaikan pembayaran royalti tersebut  disebabkan meningkatnya jumlah produksi Newmont dan kenaikan tarif royalti yang diberlakukan pemerintah dimana sejak Juli 2014 menggunakan tarif baru sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang jenis dan tarif tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) royalti untuk mineral lebih besar dari kontrak karya. Dalam beleid ini dicantumkan royalti emas sebesar 3,75%  dari harga jual (per kilogram), royalti perak 3,25%  (per kilogram), dan tembaga 4%  (per ton).

“Angka produksi konsentrat emas perseroan sampai dengan kuartal III 2015 telah mencapai 504 ribu ounce. Sedangkan konsentrat tembaga mencapai 381 juta pound,” ujar Rubi di Batu Hijau, Sumbawa Barat.

Menurut Rubi, pada kuartal III 2015, jumlah produksi tembaga mencapai 147 juta pound dan 216 ribu ounce emas. Kuartal II tahun ini masing-masing 125 juta pound tembaga dan 181.000 ounce emas. Sementara produksi pada kuartal I 2015 untuk tembaga 109 juta pound dan 107.000 ounce emas.

Dia optimistis target produksi 2015 tetap tercapai meski sempat mengalami kendala terhentinya kegiatan ekspor selama beberapa bulan. Sepanjang tahun ini, perusahaan afiliasi Newmont Mining Corporation itu memproyeksikan produksi emas sebanyak 640-690 ribu ounce dan tembaga 210-230 juta pound.

Saat ini, menurut Rubi, kegiatan operasi Newmont berjalan normal setelah dicabutnya larangan ekspor dari pemerintah. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM)  menerbitkan rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) konsentrat bagi NNT pada 18 November 2015. Kegiatan ekspor NNT terhenti sejak izin ekspor berakhir pada 22 September lalu.

Pemerintah memberikan izin ekspor konsentrat selama enam bulan dan bisa diperpanjang untuk 6 bulan berikutnya. Batas waktu ekspor ini bertujuan agar pembangunan smelter tepat waktu. Rekomendasi SPE sebagai pintu masuk agar NNT mendapat izin ekspor yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan atas rekomendasi Kementerian ESDM.

Rubi mengatakan konsentrat NNT memiliki tingkat kemurnian tembaga rata-rata 22% yang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengenai pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dengan tingkat kemurnian 22%, NNT telah menerima 90-95% dari nilai logam sesuai harga pasar internasional.

Konsentrat NNT dikirim ke sejumlah pabrik peleburan (smelter), termasuk PT Smelting di Gresik, Jawa Timur, yang menjadi satu-satunya pabrik peleburan di Indonesia. Setiap tahun, PTNNT mengirim produksi konsentratnya ke smelter Gresik, sebanyak yang dapat diolah oleh pabrik tersebut, atau sekitar 15-20%  dari produksi konsentrat yang dihasilkan. Sisanya ke smelter di luar negeri.

Komitmen NNT terhadap kebijakan Pemerintah untuk memberikan nilai tambah dari proses pengolahan dan pemurnian adalah dengan menjadi pemasok konsentrat pada pabrik pengolahan dalam negeri dan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, serta perjanjian sebagai pemasok konsentrat tembaga dengan PT Indosmelt dan Nusantara yang akan membangun pabrik smelter baru di Indonesia.  Selain itu, sesuai dengan peraturan NNT juga telah membayar jaminan kesungguhan sebesar US$25 juta untuk mendukung pembangunan smelter oleh Freeport. (DR)