JAKARTA – PT Pertamina (Persero) meyakini penyesuaian harga bahan bakar khusus (BBK) yang dilakukan dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan terakhir tidak akan membuat masyarakat kembali beralih ke BBM PSO atau penugasan, seperti premium maupun solar.

Muchamad Iskandar, Direktur Pemasaran Pertamina, mengungkapkan meskipun selisih semakin lebar antara bahan bakar penugasan dan non penugasan, konsumsi bahan bakar masyarakat tidak akan mengalami migrasi besar-besaran untuk kembali premium.

“Prediksi dampaknya dari kenaikan harga kemarin kita lihat dengan daya beli masyarakat sekarang tidak terlalu signifikan pengaruhnya,” kata Iskandar saat menggelar konferensi pers di kantor pusat Pertamina, Jumat (6/1).

Menurut Iskandar, daya beli masyarakat sudah jauh meningkat saat ini. Apalagi ketika 2014 lalu harga premium sempat menyentuh diatas Rp 8.500 per liter, dibandingkan harga pertalite yang memiliki kualitas lebih baik saat ini yang masih dikisaran Rp 7.000 per liter tentu masih lebih rendah dan masih dapat dijangkau. Selain itu, beberapa produk variasi bahan bakar lainnya yang memiliki kualitas jauh lebih baik dari pertalite, yakni pertamax turbo juga mandapatkan respon yang jauh melebihi ekspektasi.

“Masyarakat pernah rasakan premium Rp 8.500 per liter, jadi ekspektasinya masih lebih baik kan sekarang. Kita coba launching turbo saja kita jual Rp 8.700 ternyata banyak juga motor yang konsumsi,” tukasnya.

Minat yang tinggi dari masyarakat juga ditunjukkan dengan makin berkurangnya nozzle premium di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Iskandar menegaskan pengurangan nozzle premium bukanlah strategi Pertamina, melainkan hanya merespon mekanisme pasar yang menunjukkan peningkatan konsumsi BBM jenis pertalite dan pertamax series.

“Terjadi antrian di pertalite, jadi mau tidak mau harus di switch. Bukan strategi atau sengaja mengurangi. Dari awal kita ikuti mekanisme pasar, kita siapkan satu-satu nozzle ternyata pertalite lebih banyak jadi kita ikuti kemauan pasar,” ungkap dia.

Menurut Iskandar, perubahan harga BBK pada dasarnya memang dilakukan evaluasi setiap dua minggu, sehingga masyarakat diminta tidak terkejut dengan mekanisme penyesuaian harga. Pasalnya, sejak 2005 mekanisme ini sudah dijalankan.

Tidak seringnya terjadi penyesuian harga selama.ini disebabkan stabilitas harga minyak dunia, sementara kondisi sekarang pergerakan harga minyak sangat fluktuatif.

“Ini sebenarnya terjadi sejak 2005 sejak pasar BBM non subsidi dibuka ini sudah disesuaikan dengan kondisi pasar, baik dari sisi persaingan atau harga pasar,” tandas Iskandar.(RI)