JAKARTA – Presiden diminta menegaskan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sesuai peraturan yang berlaku. Kementerian ESDM sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan Kemenperin berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) berikut lampirannya.

“Hilirisasi sudah jelas di bawah Kemenperin, terbukti dengan tegas melalui penerbitan IUI (Izin Usaha Industri) untuk 22 smelter nikel. Penerbitan IUI sudah sesuai UU,” ujar Ery Sofyan, Ketua Asosiasi Pengusaha Bijih Besi dan Bauksit Indonesia (APB3I), Senin (13/2).

Menurut Ery, Kemenperin kerapkali meneriakkan soal hilirisasi, namun tidak pernah menegaskan bahwa hilirisasi ada di bawah kewenangannya. Ini memberikan kesan bahwa tanggung jawab hilirisasi dilempar ke Kementerian ESDM.

Padahal sesuai PP 14/2015, dengan jelas disebutkan bahwa industri logam dasar hasil pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) berada di bawah Kemenperin. Disisi lain, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM selalu ditagih soal smelter yang kewenangannya sesuai UU 4/2009 adalah soal pertambangan minerba.

“Hal ini seolah sengaja dibelokkan oleh kelompok tertentu, menjadi hilirisasi. Maka, peraturan-peraturan yang dikeluarkan Kementerian ESDM akan selalu mengambang, tidak sesuai dengan pertambangan,” ungkap Ery.

Menurut dia, perebutan kewenangan antara Ditjen Minerba dan Kemenperin tidak akan menyelesaikan masalah di sektor pertambangan. “Pemerintah tidak akan berhasil memperbaiki kekuatan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,” tandas Ery.(RA)