JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) menyiapkan tuntutan perdata kepada PT Pertamina (Persero) terhadap tumpahan minyak yang berasal dari putusnya pipa penyalur miyak mentah milik perusahaan pelat merah itu di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.

Siti Nurbaya, Menteri LHK, mengungkapkan pemerintah saat ini tidak hanya membidik tersangka untuk dikenakan tuntutan pidana, namun juga menyiapkan bahan serta total biaya yang harus diganti rugi Pertamina.

“Kami siapkan, kan tadi dibilang ada sanksi administrasi untuk perbaikan. Kedua ada ganti rugi perdata dan pidana oleh kepolisian. Nanti Pertamina semua ganti rugi,” kata Siti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (16/4).

Hingga kini belum diputuskan nilai ganti rugi, namun diperkirakan lebih besar dibanding insiden tumpahan minyak dari kapal tangker Arendal milik Pertamina saat memasok minyak mentah ke Kilang Balongan Unit Pengolahan VI pada 2008.

Selain itu, pemberian sanksi diperhitungkan waktu pemulihan lingkungan yang juga diperkirakan akan lebih lama dari insiden Balongan. Kementerian KLH akan memberikan rekomendasi larangan beraktivitas di sekitar area pantai yang terdampak tumpahan minyak.

“Kalau Balongan sampai enam bulan, negosiasi satu tahun lebih selebihnya bisa sampai enam bulan mediasinya. Kalau recovery lama, kalau teknis segitu. Skalanya ini lebih luas, kalau Balongan Rp 100 miliar,” ungkap Siti.

Menurut Siti, Pertamina menjadi yang paling bertanggung jawab terhadap insiden ini karena ada sistem penanganan yang dinilai lambat, sehingga tumpahan minyak tidak bisa segera diatasi. Dalam tata kelola lingkungan ada tiga tingkatan sanksi yang disiapkan mulai dari administrasi, perdata bahkan pidana.

Jika saja sistem keamanan Pertamina berjalan dengan baik maka dampak yang terjadi dari tumpahan tersebut bisa diminimalisir.

“Kalau kami di lingkungan itu berlapis-lapis, ada sanksi administrasi, perdata dan pidana. Jadi kalau sistemnya baik, tidak perlu tujuh jam tidak sampai kebakar, kalau  sistemnya otomatis ketka terjadi sesuatu ada perubahan bunyi atau apa sehingga bisa ditangani itu yang tanggung jawab KLHK,” ungkap Siti.

Toharso, Direktur Pengolahan Pertamina, mengatakan saat kejadian dibutuhkan waktu untuk menemukan sumber tumpahan minyak. Teknologi pipa yang dimiliki Pertamina RU V memang belum menggunakan sistem digital, sehingga pemeriksaaan harus dilakukan manual. Pertamina menerjunkan penyelam dan butuh waktu sampai lebih dari satu hari, baru kemudian diketahui titik sumber dari ceceran minyak di Balikpapan.

Untuk pencemaran lingkungan Pertamina akan melakukan klaim asuransi. Saat ini tim melakukan kalkulasi berapa nilai yang akan diklaim.

“Kilang itu ada asuransinya, kalau pipa saya cek, lingkungan pencemaran ada asuransinya. Dari bagian asuransi Pertamina ada. nilainya belum ada ,” tandas Toharso.(RI)