JAKARTA – Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) dianggap tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tapi juga tugas sejumlah kementerian lain, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sonny Keraf, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan pengembangan EBT terkait komitmen Indonesia dalam kerangka Paris Agreement, dengan target penurunan emisi sebesar 29 % hingga 2030. Penggunaan energi berbasis fosil berkontribusi besar dalam produksi emisi, sehingga optimalisasi EBT sangat penting dalam mendukung komitmen Paris Agreement.

“Peran KLHK sangat dibutuhkan disini, karena penurunan emisi merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam Paris Agreement,” kata Sonny, Jumat (22/12).

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup di era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu menambahkan, peran KLHK sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya pemerintah capai target bauran energi sebesar 23% dari EBT pada 2025. Salah satunya adalah dukungan berupa pendanaan infrastruktur mengingat pemerintah menganggarkan dana mitigasi perubahan iklim sebesar Rp

Tidak hanya Kementerian ESDM, pengembangan energi baru terbarukan juga perlu peran aktif Kementerian lainnya.

77,6 triliun.

“Anggaran EBT cuma Rp 1 triliun, dan itu sebagian besar dialokasikan untuk PLTS dan PLTMH. Sisanya, mengandalkan investasi swasta,” kata Sonny.

Selain KLHK, Sonny juga menekankan peran penting Kementerian Keuangan dalam merubah paradigma pentingnya energi yang telah diolah sebagai komoditas ekspor, bukan lagi dalam bentuk bahan mentah.

“Harus diyakini kalau energi yang sudah diolah memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi, membuka banyak lapangan pekerjaan,” kata Sonny.(RA)