JAKARTA – Sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan PNBP tahun anggaran 2013-2014 Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu direspon dengan membuat sistem yang efektif dan mengurangi sistem manual.

Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Studies (CIRUSS), mengatakan temuan BPK bukan hal mengejutkan karena permasalahan tersebut sudah lama menjadi perhatian.

“Banyak hal yang perlu dibenahi dalam kontek birokrasi internal dan sistemnya. Pemerintah perlu membangun sistem pelaporan yang online sehingga sinkronisasi dapat dicapai,” kata Budi kepada Dunia Energi, Kamis (24/11).

Menurut Budi, perhitungan sumber daya dan cadangan yang dipakai dalam penentuan target dan produksi juga harus memakai standar yang baku Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) sehingga akurasi dari penerimaan PNBP bisa ditingkatkan.

Penegakan kepatuhan kepada inspektur tambang (IT) dan pemanfaatan kepala tehnik tambang (KTT) juga perlu menjadi perhatian karena selama ini masih ada yang sekedar formalitas.

“Masalah CnC (clear and clear) sebaiknya ditinjau kembali karena menambah birokrasi baru, sumber daya manusia pemerintah tidak mencukupi menangani IUP (Izin Usaha Pertambangan) sendiri dengan benar,” tandas Budi.(RA)

BPK RI pada Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan PNBP TA 2013-2014 Kementerian ESDM menemukan:

1. Proses penganggaran iuran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada Ditjen Minta belum berdasarkan data yang akurat.

2. Ketidaksingkronan database IUP di Ditjen Minerba dengan daftar IUP di Pemerintah Daerah (Pemda).

3. Proses renegosiasi 33 Kontrak Karya (KK) mineral berlarut-larut dan proses pemurnian hasil penambangan di dalam negeri belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.

4. Pengendalian pemerintah atas PNBP tahun 2013 dan 2014 belum optimal mengakibatkan kekurangan bayar DHPB dan royalti ditambah denda sebesar Rp. 34.994.4 87.374,31 dan US$ 8,486,813.91 serta denda atas keterlambatan pembayaran Iuran Tetap sebesar US$ 627.69.

5. Pengawasan terhadap Perusahaan Tambang oleh Inspektur Tambang belum optimal.

6. Penataan IUP melalui mekanisme clear and clean (CnC) belum memadai.

 

7. Pengendalian dan pengawasan atas produksi dan penjualan mineral dan batu bara belum memadai.