JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggandeng Bank Indonesia untuk menjalankan rencana distribusi LPG 3 kilogram bersubsidi. Program direncanakan mulai digulirkan pada 2018. Pemberian subsidi energi, khususnya untuk LPG 3 kg kepada masyarakat kurang mampu dilakukan secara elektronik melalui kartu pintar atau model bisnis dari Bank Indonesia. Hal ini dilakukan agar penyaluran subsidi lebih tepat sasaran dan anggaran subsidi energi tidak membengkak.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan pengendalian subsidi LPG tidak bisa dilakukan secara fisik. Untuk itu, pemerintah mengambil jalan tengah dengan menerapkan subsidi melalui mekanisme elektronik atau cashless.

“Kemarin saya diskusi dengan Menkeu, kita ada kekhawatiran kalau ini (subsidi LPG) dikendalikan secara fisik di lapangan yang boleh beli hanya masyarakat dengan golongan tertentu. Ini tentunya sulit sekali karena Indonesia negara kepulauan,” kata Jonan disela penandatanganan nota kesepahaman kerja sama dengan Bank Indonesia di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (13/4).

Menurut Jonan, jika tidak dilakukan kontrol atau pengawasan maka dikhawatirkan subsidi akan terus membengkak. Untuk tahun ini saja pemerintah menganggarkan sekitar Rp 20 trilun untuk subsidi LPG. Jumlah tersebut diproyeksikan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penggunaan LPG. Apalagi harga LPG di pasar internasional mulai merangkak naik dan otomatis akan menambah beban subsidi.
“Kami khawatir kalau ini dilepas seperti ini, prediksi kami di akhir tahun ini subsidi bisa bengkak jadi Rp 30 triliun. Kalau dibiarkan tahun depan jadi Rp 40 triliiun,” ungkap dia.
Pelaksanaan program distribusi tertutup LPG 3 kg mundur dari jadwal semula pada pertengahan tahun ini. Namun pemerintah kemudian menyatakan akan fokus membenahi infrastruktur pada tahun ini sebelum menjalankan program secara penuh pada tahun depan.
Agus Martowardoyo, Gubernur Bank Indonesia, mengatakan mekanisme penyaluran subsidi yang diinisiasi Kementerian ESDM untuk LPG 3 kg itu sudah seharusnya dilakukan. Apalagi setiap program bantuan sosial diarahkan oleh presiden untuk dilakukan tanpa melibatkan uang tunai.
“Arahan Presiden jelas, kalau ada kegiatan bantuan sosial ataupun bentuk subsidi sejauh mungkin, baik di pemerintah pusat atau daerah harus dilakukan pembayarannya melalui elektronik non tunai,” kata Agus.

Selain itu, program distribusi tertutup juga sejalan dengan program yang dimiliki Bank Indonesia, yakni Gerakan Nasional Non Tunai, sekaligus sebagai sarana informasu untuk mengenalkan sistem perbankan nasional kepada masyarakat luas.

“Masyarakat Indonesia khususnya yang miskin punya kesempatan akses kepada sistem keuangan dan akan membantu pertumbuhan ekonomi kita, karena lebih banyak rakyat yang dapat akses,” kata Agus.(RI)