JAKARTA – PT PLN (Persero) diminta serius untuk menuntaskan tugas pembangunan proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT), sebagai bagian dari proyek pembangkit 35 ribu MW pada 2019.

Fabby Tumiwa  Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan kunci keberhasilan berbagai program PLN ada di PLN sendiri.

“Saya agak ragu kalau PLN bisa mengejar membangun tambahan 5.000 MW dalam tiga tahun. Persoalan utamanya adalah pada tingkat eksekusi di PLN,” kata Fabby kepada Dunia Energi, Jumat (14/10).

Pemerintah mendorong PLN untuk mengoptimalkan pembangkit energi baru terbarukan khususnya solar cell, angin dan air. Untuk mempercepat pengembangannya pemerintah akan memangkas alur birokrasi agar tidak terlalu lama dalam mengurus proses administrasi.

Menurut Fabby, sudah sewajarnya PLN diberikan target mengembangkan EBT. Apalagi dari program 35 ribu MW sudah ditetapkan 8.700 MW dari energi terbarukan.

“Jadi kalau ada tambahan 5.000 MW lagi, sudah semakin dekat ke target KEN. Dalam RUPTL, proyek-proyek energi terbarukan juga sudah diidentifikasi,” kata dia.

Fabby pun mengapresiasi langkah pemerintah untuk memperpendek perizinan dalam pembangunan fasilitas pembangkit listrik. Pemotongan izin-izin sebagai bentuk perampingan birokrasi memang perlu dilakukan karena bagi investor penyederhanaan izin sangat membantu memberikan kepastian bisnis, memangkas waktu, serta biaya merealisasikan proyek. Namun ada beberapa hal yang harus tetap diperhatikan seperti memperhatikan lingkungan serta kepentingan masyarakat sekitar.

“Perlu diperhatikan kajian amdal dan pengelolaan lingkungan serta konsultasi dengan masyarakat berbasiskan free prior inform consent tidak dihilangkan” tandas Fabby.(RI)