JAKARTA– Martua Sitorus, taipan pemilik kelompok usaha Wilmar yang bergerak di bisnis perkebunan kelapa sawit dan pemilik PT Djarum, perusahaan pabrik rokok terkemuka nasional, yaitu Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono,  secara tidak langsung menguasai 95% saham tambang emas Martabe di Desa Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang dikelola PT Agincourt Resources setelah mengakuisisi 100% saham G-Resources Martabe Pty Ltd (Australia).

Kesepakatan jual beli saham dilakukan oleh pemilik saham G-Resources Group Ltd, perusahaan yang tercatat di Bursa Hong Kong dengan konsorsium EMR Capital Australia dan US Investment Fund Farallon pada 3 November lalu.

EMR Capital secara tidak langsung memiliki saham Martabe sebesar 61,4% dan Farallon Capital 20,6%. Dua investor dalam negeri, yakni Martua Sitorus pemilik Wilmar memiliki saham 11% dan pemilik PT Djarum, yakni Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono, memiliki 7%. Total penjualan G-Resources Martabe Pty Ltd (Australia) sebesar US$ 775 juta.

Chio Tao, Chairman dan Acting CEO G-Resources Group Ltd, dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Hong Kong pada Kamis (3/12), menyatakan pihaknya telah menrima uang panjar US$ 35 juta dari pembeli. Dana tersebut tersimpan dalam rekening khusus.

Pada kesepakatan jual beli saham itu, kepemilikan saham 5% yang dikelola PT Artha Nugraha Agung (Pemkab Tapsel 70% dan Pempov Sumut 30%) tidak akan diubah. Masing-masing pemegang saham baru G-Resources Martabe Pty Ltd (Austrlaia) yang secara otomatis menguasai 100% kepemilikan saham Agincourt Resources (Singapore) Pte Ltd yang memiliki  95% saham PT Agincourt Resources, sepakat untuk tetap mempertahankan struktur saham 5% tersebut.

“Mereka (Djarum dan Wilmar) tidak secara langsung menguasai Agincourt Resources setelah G-Resources Group Ltd yang tercatat di Bursa Hong Kong melepas kepemilikan sahamnya. G-Resources di Hong Kong akan fokus di bisnis properti dan investasi,” ujar Linda Siahaan, Wakil Presiden Direktur Agincourt Resources kepada Dunia Energi, Senin.

Menurut Linda, manajemen Agincourt Resources telah melaporkan kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Cahyono pada Jumat (4/12) lalu. “Intinya kami ingin menginformasikan kepada pemerintah bahwa ada perubahan kepemilikan saham di level holding kendati sebenarnya itu bukan sebuah kewajiban. Kami hanya melaporkan saja,” ujarnya.

Dia menyambut positif masuknya investor domestik, yaitu Martua Sitorus dan keluarga pemilik PT  Djarum, ke perusahaan tersebut sehingga akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan ke depan. “Mungkin  mereka ada visi khusus ke depan mengenai tambang Martabe, termasuk mencari pelaung baru di tambang-tambang lain,” kata dia.

Chairman EMR Jason Chang mengatakan pihaknya sudah lama mengincar Martabe. “Kami masih memandang positif pada emas,” ujar Chang.

Menurut Chang dengan harga emas yang terus turun sejak dimulainya produksi Tambang Emas Martabe pada 2012, G-Resources menginginkan penjualan tambang itu dan akan menggunakan dana hasil penjualan guna melakukan investasi sektor properti dan broker sekuritas.

Sepanjang Januari-September 2015, Agincourt Resources mencetak kinerja negatif menyusul kejatuhan harga emas di pasar komoditas dunia.Hal ini tercermin dari menyusutnya angka penjualan emas dan perak dari tambang Martabe yang hanya sebesar US$ 82,5 juta, turun 11,3% ketimbang pencapaian kuartal II 2015 yang mencapai US$ 93 juta.

Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt Resources,  mengatakan penurunan pendapatan merupakan imbas dari kejatuhan harga emas di pasar global.

Berdasarkan catatan Agincourt, rata-rata harga emas tambang Martabe pada kuartal III 2015 berkisar US$1.126 per ounce, lebih rendah 5,6% dibandingkan dengan harga jual kuartal sebelumnya yang sekitar US$1.193 per ounce.

“Kalau untuk harga emas di pasar dunia saat ini berfluktuasi di antara US$1.081 per ounce dan US$1.130 per ounce. Jumlah ini sedikit di bawah pemodelan (proyeksi) keuangan internal perusahaan kami, namun pencapaian jumlah (produksi) ounce emas dan perak bisa menyeimbangkan kekurangan pendapatan akibat turunnya harga.” ujar Tim Duffy dalam keterangan resmi Agincourt.

Tak hanya soal harga, penurunan produksi emas juga turut mengurangi penerimaan perusahaan. Dalam laporan keuangan teranyar Agincourt disebutkan, volume produksi emas dari tambang Martabe pada periode Juli-September hanya sebanyak 70.302 ounce, turun 2,5% dibandingkan produksi  kuartal II 2015 yang mencapai 72.096 ounce.

Demikian halnya dengan volume produksi perak, yang hanya sebanyak 609.178 ounce atau lebih rendah 3,5% dibandingkan capaian produksi triwulan sebelumnya 631.189 ounce. Meski demikian, manajemen Agincourt masih optimistis target produksi 285.000 ounce untuk emas dan 2,3 juta ounce untuk perak dapat tercapai di akhir tahun. “Hasil di kuartal ini akan memberi dampak positif berkelanjutan terhadap keseimbangan kinerja tahun ini,” jelas Duffy. (DR)