JAKARTA – Pengelolaan Blok Mahakam oleh PT Pertamina (Persero) tanpa melibatkan PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation  menjadi pilihan ideal demi ketahanan energi nasional. Meski berisiko, Pertamina akan lebih banyak mendapat keuntungan dengan mengelola sendiri Blok Mahakam.

“Pertamina harus berani mengelola sendiri dan harus bisa. Ini untuk menunjukkan ke depan bahwa kita mampu,” ujar Rudy Laksmono Widayatno, Kepala Program Studi Ketahanan, Universitas Pertahanan, Kamis (23/6).

Menurut Rudy, terdapat dua unsur ketahanan energi, yakni availability dan affordability. Availability yaitu ketersediaan dalam hal ini dari sumber daya alam Indonesia sendiri dan Affordability yang pada akhirnya keterjangkauan harga oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Menurut Rudy, keterlibatan Total dan Inpex, sudah tidak diperlukan lagi. Selain kontraknya sudah habis, kedua perusahaan tersebut sudah lama mengelola dan mengolah Blok Mahakam yang diikuti dengan karyawan Indonesia.

“Apakah waktu yang sekian lama tersebut tidak bisa ditiru oleh anak bangsa sendiri? Seharusnya manajemen Indonesia mempunyai target capaian yang disisipkan kepada karyawan Total saat ini,” ungkap Rudy.

Rudy menyebut target yang harus dicapai adalah harus mampu ATM, yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi.Bila ini masih kurang dapat dilanjutkan dengan ACM, yakninAmati, Curi, dan Modifikasi. Negara-negara yang maju, seperti Jepang, Korea Selatan, China dan Taiwan sekarang mengikuti cara seperti ini.

“Apakah kita masih terus mempertahankan menjadi penonton di negeri sendiri? Lebih suka disebut good boy oleh bangsa lain dan puas dengan pujian,” ungkapnya.

Rudy menambahkan semua keputusan pasti ada risikonya. Risiko yang dihadapi Pertamina jika mengelola sendiri Blok Mahakam adalah potensi penurunan produksi karena belum siap mengambil alih pengelolaan dan pengolahan. Berbeda jika tetap menggandeng Total, tentu masih terjadi kelancaran proses pengelolaan dan pengolahan. “Solusinya Pertamina harus memperkecil gap antara dikelola sendiri dan pada saat dikelola Total,” kata dia.

Meski berisiko, Pertamina dinilai akan memperoleh banyak keuntungan jika mengelola sendiri, karena ada proses pembelajaran langsung (learning by doing). Walaupun kurvanya sementara akan turun sebentar kemudian akan naik karena sudah menguasai teknologi pengelolaan dan pengolahan. “Kata kuncinya harus kerja keras untuk menguasai aset sendiri dan efisiensi. Dari sisi politisi harus mendukung dan dikawal jangan malah ada meremehkan atau merecokin sampai dibawa ke ranah politik,” tandas Rudy.

Kontrak pengelolaan Blok Mahakam yang dimiliki PT Total EP Indonesie dan Inpex Corporation akan berakhir Desember 2017. Pemerintah memutuskan menyerahkan hak pengelolaan 100% Blok Mahakam kepada Pertamina. Namun pemerintah mengizinkan Pertamina menggandeng Total dan Inpex sebagai mitra. Sebab, dua perusahaan migas ini sudah berpengalaman mengelola blok di Kalimantan Timur. Tapi, kepemilikan Total dan Inpex di Blok Mahakam dibatasi maksimal 30% saham.

Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina, mengatakan Pertamina saat ini masih mempersiapkan untuk mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam. Pada masa transisi, perseroan mengevaluasi investasi apa saja yang dibutuhkan. “Sejauh ini dari Total juga men-support, sehingga semua berjalan cukup bagus. Kesiapan investasi di 2017, Total akan support. Jadi 2018 kita bisa masuk sebaik-baiknya,” kata Dwi.

Menurut Dwi, Total sampai saat ini belum menyatakan kesediaannya untuk masuk dan ikut serta dalam pengelolaan Blok Mahakam bersama Pertamina. Namun, Total telah menyatakan komitmennya untuk membantu proses transisi.“Sejauh ini proses transisi, seperti inventarisasi kebutuhan apa yang harus diinvestasikan di 2018 itu sedang disiapkan. Kita butuh eksplorasi dan lain-lain itu yang sedang kita siapkan hingga akhir 2017,” katanya.

Pertamina memberikan waktu hingga Juni 2016 kepada Total E&P untuk menentukan sikap pasca berakhirnya kontrak pengelolaan Blok Mahakam pada 2017. Jika Total tidak juga memutuskan untuk ikutserta dalam pengelolaan  pasca 2017, Pertamina siap mengelola sendiri Blok Mahakam mulai 2018.Untuk persiapan pengambilalihan pengelolaan Blok Mahakam setelah 2017, Pertamina juga sudah membentuk tim transisi. Tim yang bernama Tim Pengambilalihan Pengelolaan Mahakam (TPPM) ini nantinya akan memiliki beberapa tugas, mulai dari  melengkapi data operasional Pertamina ketika mengelola Blok Mahakam.

Syamsu Alam, Direktur Hulu  Pertamina, mengatakan Pertamina tidak tergantung dengan calon mitra untuk mengelola Blok Mahakam. Mandat yang diberikan pemerintah adalah Pertamina mengelola 100% blok gas di Kalimantan Timur tersebut. “Kami sudah mengantisipasi dan menyiapkan biaya investasi yang diperlukan untuk mengelola Blok Mahakam. Untuk mekanisme pembiayaan, bisa dari own equity dan loan,” katanya.

Menurut Syamsu, tim alih kelola hingga saat ini terus bekerja sesuai dengan yang program yang direncanakan. Serta menyiapkan work program and budget (WP&B) 2016 maupun WP&B 2017. “Lalu untuk transfer, sesuai dengan komitmen awal, pekerja yang saat ini bekerja di Blok Mahakam, welcome untuk bergabung dengan Pertamina pada saatnya nanti,” kata dia.(RA/RI)