JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meyakini bisa mencapai target produksi siap jual (lifting) minyak 2017 pada semester kedua. Pencapaian target akan ditopang perencanaan perawatan sumur dan fasilitas yang meningkat menyusul unplanned shutdown di sumur kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang memiliki produksi minyak besar di tanah air.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan SKK Migas bersama KKKS akan berkoordinasi menyusun langkah untuk bisa mengurangi potensi unplanned shutdown. “Nanti SKK Migas biar kerja lebih keras untuk mengurangi shut down. Ini taktik yang bisa kita lakukan,” kata Jonan, Senin malam (10/7).

Pada asumsi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017 pemerintah mengajukan lifting minyak sebesar 815 ribu barel per hari (bph). Beberapa anggota dewan sempat mempertanyakan tidak adanya peningkatan dalam asumsi tersebut. Hingga semester pertama, lifting minyak sebesar 802 bph.

Menurut Jonan, jika melihat kondisi sumur yang ada di Indonesia seharusnya produksi minyak menurun akibat belum ada penemuan cadangan baru. Namun pemerintah telah menginstruksikan KKKS untuk melakukan berbagai langkah untuk bisa menekan potensi penurunan produksi tersebut.

“Kalau kita nanya SKK Migas, pasti minta revisi turun. Saya tidak mau, coba tetap dulu. Toh target dari realisasi ini tidak jauh berbeda. Jadi untuk unplanned shutdown coba dicarikan solusi,” ungkap dia.

Sukandar, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengakui ada berbagai permasalahan teknis yang dihadapi KKKS, terutama para KKKS yang berkontribusi besar dalam produksi minyak nasional. Sumur PT Chevron Pacific Indonesia di Minas misalnya, memiliki kadar air tinggi. “Mereka pompa lima juta liquid barel sehari, hanya dapat minyak 100 ribu barel,” tukas dia.

Menurut Sukandar, sebenarnya ada beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan untuk memompa minyak keatas dan mendapatkan hasil lebih maksimal, seperti memasang pipa di dalam tanah. Namun hal itu dipastikan akan menyerap dana yang tidak sedikit. Dan akan memberikan beban terhadap cost recovery. Untuk itu SKK Migas lebih memilih cara dengan meminta KKKS melakukan pegawasan lebih ketat terhadap sumur. Serta bisa memanage fasilitas.

Jika memang dirasakan fasilitas sudah terlalu tinggi beban memompa minyak maka kapasitas bisa dikurangi performa fasilitas juga berkurang. Namun setelah diberikan waktu rehat maka bisa langsung berproduksi maksimal. “Jadi bukan unplanned shutdown 0, melainkan planned shutdown,” tegas Sukandar.(RI)