JAKARTA – Keinginan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk tetap menjadi perusahaan negara dan independen, meski telah dibawah naungan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas, yakni PT Pertamina (Persero) pupus. Pemerintah melalui Kementerian BUMN menegaskan PGN akan tetap dijadikan anak usaha Pertamina dengan mengalihkan 57% saham yang dimiliki negara di PGN ke Pertamina.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, menegaskan manajemen PGN sudah diperintahkan untuk mencabut surat yang ditujukan ke Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan yang berisi usulan terhadap proses holding BUMN migas. Seiring pencabutan surat tersebut, pemerintah pun telah menolak berbagai usulan mengenai mekanisme pemindahan saham pemerintah yang ada pada PGN ke Pertamina.

“Suratnya sudah dicabut,” tegas Fajar ketika dikonfirmasi Dunia Energi, Selasa (2/1).

Pemerintah melalui Kementerian BUMN masih dalam rencana semula yakni mengalihkan saham pemerintah sebesar 57% yang ada di PGN kepada Pertamina. Setelah itu, PGN akan digabungkan dengan anak usaha Pertamina, yakni PT Pertamina Gas (Pertagas).

“Di PGN tetap ada satu saham dwiwarna atau merah putih. Yang saham pemerintah lainnya dialihkan ke Pertamina atau istilahnya inbreng,” kata Fajar.

Kementerian BUMN sebelumnya telah meminta PGN untuk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) terkait pembentukan holding BUMN migas. Namun PGN belum menyerah dan mengusulkan untuk tidak digabungkan dengan Pertamina melalui suratnya yang ditujukan ke Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Pemerintah diminta tetap mempertahankan kepemilikan saham Seri A Dwi Warna serta Seri B secara langsung, sehingga PGN tetap sebagai perusahaan negara pasca holding BUMN migas terbentuk. Pemerintah hanya mengalihkan X% saham seri B milik pemerintah di PGN kepada Pertamina. Selanjutnya Pertamina akan mengalihkan 100% saham Pertagas kepada PGN.

PGN dalam surat tersebut juga meminta adanya indepensi setelah holding migas terbentuk, yakni independensi dalam penyusunan road map pengembangan hilir gas bumi nasional sesuai dengan rencana induk infrastruktur gas bumi dan neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM.

Selain itu, PGN juga ingin independen dalam pengambilan keputusan bisnis yang bersifat penting dan mendesak tanpa perlu melalui birokrasi ke holding migas. Lalu independensi dalam pengelolaan portofolio pasokan (baik dari afiliasi dalam holding BUMN atau KKKS lain) untuk kehandalan dan efisiensi penyaluran gas bumi kepada pelanggan.

PGN juga meminta independensi dalam pengelolaan keuangan dan pendanaan eksternal untuk pengembangan bisnis dan hilir gas bumi nasional. Serta pola pengendalian holding migas terhadap PGN diwakili atau melalui dewan komisaris sehingga tidak menimbulkan birokrasi yang panjang dan lebih fleksibel.

Menurut Fajar, pemerintah masih meyakini pembentukan holding BUMN migas bisa diimplementasikan pada awal 2018. Proses pembentukan holding juga tidak ada kaitannya dengan proses pembahasan Badan Usaha Khusus (BUK) yang diusulkan komisi VII DPR dalam Revisi Undang Undang Migas.
“Sepertinya tidak berhubungan (dengan BUK) tetapi akan dikomunikasikan terus dengan DPR. Kami usahakan sesuai dengan target (awal tahun 2018),” tandas Fajar.(RI)