JAKARTA – Saudi Aramco akan memasok 70 persen kebutuhan minyak Kilang Cilacap dengan jenis minyak Arab Light. Sisa kebutuhan kilang yang nantinya akan berkapasitas 400 ribu barel per hari (bph) itu akan diperoleh dari beberapa sumber lainnya. Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), mengatakan Pertamina bisa memanfaatkan kerja sama yang terjalin dengan Saudi Aramco untuk bisa mendapatkan minyak dengan harga yang kompetitif.
“Kita gunakan sebagai opsi untuk mendapatkan harga terendah untuk suplai,” ujar Dwi disela konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Kamis (22/12)..

Proyek kilang yang tengah dikerjakan Pertamina memang terbilang ambisius. Hal itu diakui sendiri oleh Saudi Aramco yang tengah gencar mencari partner dalam pengembangan fasilitas pengolahan di kawasan Asia, seperti China, Malaysia dan Indonesia.

Amin Nasser, President Director dan CEO Saudi Aramco menyatakan perusahaan migas Arab Saudi itu memang berencana untuk meningkatkan kapasitas pengolahan hingga 10 juta bph, karena itu upaya pengembangan kilang di Indonesia bisa diintegrasikan dengan rencana Pertamina.

“Indonesia juga importir sekarang penduduk besar jadi kebutuhan produk minyak akan meningkat. Ini sesuai dengan rencana Saudi Aramco untuk memperluas jaringan serta peningkatan kapasitas,” kata Nasser.

Pertamina menyiapkan strategi percepatan pengembangan kilang Cilacap yang dimulai dengan pelaksanaan groundbreaking site preparation pada awal 2017. Strategi tersebut untuk mengejar target penuntasan revitalisasi pada 2021 atau lebih cepat dari target awal pada 2022.

Rachmad Hardadi, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, menyatakan untuk bisa mengejar target yang telah disepakati Pertamina dan Saudi Aramco, pelaksanaan proses basic engineering design (BED) yang saat ini tengah digarap di Reading, Inggris, harus rampung pada Februari 2017 sehingga front and engineering design (FED) bisa dilakukan pada Februari 2018.

Dalam masa pengkajian FED, perusahaan secara paralel akan langsung melakukan kajian Amdal. Hal ini sangat diperlukan karena selain adanya keberadaan masyarakat dan lingkungan sekitar, lokasi kilang CIlacap juga dikelilingi oleh beberapa industri lainnya.

“Selama penyelesaian FED, kita studi Amdal kita yang biasanya memakan waktu 6-8 bulan. Ini karena area luas dan disekitar ada beberapa industri lain,” kata Rachmad

Selama proses site preparation, Pertamina juga langsung bergerak cepat dengan melakukan bidding engineering, procurement dan construction (EPC). Sehinga setelah proses site preparation selesai pada akhir 2018, tahap konstruksi pembangunan kilang berbiaya sekitar Rp 65 triliun itu langsung bisa dikerjakan.

“Jadi pada 2019 – 2021 kita lakukan pembangunan. Kita juga lakukan EPC, jadi selama site preparation kita siapkan bidding EPC. Ini yang kita lakukan akselerasi untuk kilang Cilacap,” tandas Rachmad.(RI)