JAKARTA – Program konversi  bahan bakar minyak (BBM) ke liquified natural gas (LPG/elpiji) 3 kilogram (kg) telah dilakukan sejak 2007. Dalam perjalanannya, konsumsi LPG 3 kg dinilai tidak tepat sasaran.
Sesuai ketentuan, LPG 3 kg diperuntukan bagi masyarakat miskin dan usaha kecil dan mikro. Namun di lapangan, LPG 3 kg digunakan oleh rumah tangga menengah dan mapan, pertanian, peternakan, hingga  jasa laundry pakaian.
“Dari sisi kebijakan sudah clear, seusai PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pasal 21 disebutkan bahwa penyediaan subsidi dilakukan secara tepat sasaran  untuk golongan yang tidak mampu. Kemudian, pengurangan subsidi bahan bakar minyak  dan listrik secara bertahap, sampai kemampuan daya beli masyarakat tercapai,” kata Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), kepada Dunia Energi, Senin (30/10)
Syamsir mengatakan, dua hal yang secara paralel harus dilakukan pemerintah. Pertama, mengurangi subsidi BBM, listrik, termasuk elpiji secara bertahap. Di sisi lain, ada upaya untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat.
“Tidak serta merta pemerintah mengurangi subsidi tanpa ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Syamsir.
Menurut Syamsir, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menyebutkan upaya untuk mengurangi impor LPG yang mencapai tiga juta metric ton (MT) di antaranya melalui pembangunan jaringan gas (jargas) sebanyak 4,7 juta sambungan rumah tangga pada 2025.
Kedua, membangun fasilitas dimetil ether yang merupakan campuran LPG sebesar satu juta ton pada  2025.
Ketiga, membangun digiter biogas dengan target 1,7 juta sambungan rumah tangga pada 2025.
Upaya-upaya tersebut harus dieksukusi pemerintah. Dalam hal ini, DEN bertindak untuk melakukan pengawasan lintas sektoral untuk kemudian di evaluasi.
“Kalau kebijakan tidak dilakukan, pada akhirnya kami akan sampaikan kepada Presiden bahwa ini tidak dijalankan,” ujar Syamsir.
Dia menambahkan bahwa cara lain dalam mengatasi subsidi yang membengkak karena konsumsi masyarakat yang terus meningkat, adalah dengan mekanisme subsidi tertutup. Subsidi elpiji  3 kg akan diberikan kepada orang miskin yang jumlahnya 26,6 juta rumah tangga, dan tidak dipasarkan terbuka seperti saat ini.
Terkait subsidi tertutup, menurut Syamsir, harus ada update supaya subsidi tepat sasaran.
“Ini dulu yang dibenahi, kualitas datanya. Kemudian orang yang berhak mendapatkan adalah orang yang rentan miskin, bisa melalui kartu miskin,” kata dia.
Syamsir menambahkan pelaksanaan subsisi tertutup perlu waktu, dari sisi validitas data, dan lapangan. Harus ada lembaga khusus yang diberi kewenangan untuk mengupdate real-time mengenai data.
“Kalau saya melihat perkembangan, ini sedang digodok melibatkan kementerian dan lembaga, ada Kemensos dan Kementerian ESDM. Saya lihat di 2018 baru bisa diwujudkan, subsidi tertutup akan diimplementasikan. Ini subsidi ke orang yang berhak, yang tidak mampu,” tandas Syamsir.
Pagu subsidi LPG pada APBN 2017 ditetapkan  Rp20 triliun dengan asumsi program subsidi langsung LPG dimulai secara bertahap pada 2017. Bila penyaluran dibatasi secara penuh, diperkirakan subsidi LPG akan turun menjadi Rp15 triliun. Turunnya angka subsidi karena berkurangnya jumlah rumah tangga penerima yang semula 54,9 juta rumah tangga menjadi  26 juta rumah tangga karena LPG 3 kg hanya dinikmati rumah tangga miskin dan 2,3 juta usaha mikro. Dalam APBN Perubahan 2016, kuota LPG 3 kg ditetapkan  6,25 juta ton dan pada 2017 ditetapkan 7,096 juta ton.

Berly Martawardaya, Dosen Ekonomi Energi dan Sumber Daya Mineral Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, sebelumnya menyatakan kebijakan pemerintah memberikan subsidi terhadap produk LPG 3kg tidak efektif dan rawan penyelewangan karena fokus subsidi hanya pada barang. Karena itu, subsidi LPG 3kg sebaiknya diberikan langsung kepada orang, bahkan untuk jangka panjang subsidi tersebut ditiadakan.

Menurut Berly, subsidi LPG 3kg akan efektif jika memenuhi sejumlah kriteria, antara lain harus sampai pada penerima (targeted), menyentuh hal-hal yang produktif, dan tidak mengalami pertumbuhan yang besar setiap tahun. “Jangan sampai juga habis waktu untuk urusan administrasi atau orang seperti raskin,” tandas Berly.(RA)