JAKARTA – Kebijakan pemerintah untuk meminta PT PLN (Persero) mengavaluasi dan meninjau ulang kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dinilai menjadi preseden buruk terhadap iklim investasi yang sudah coba dibangun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Yaser Parlito, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), mengungkapkan tindakan pemerintah tersebut justru menjadi bomerang dan dapat merusak iklim investasi secara keseluruhan di Tanah Air yang sudah dirintis susah payah oleh pemerintah selama ini.
“Kita melihat, surat itu berpotensi besar merusak iklim investasi yang sudah membaik dirintis oleh Bapak Presiden, sehingga peringkat kemudahan berbisnis kita di Bank Dunia naik signifikan,” kata Yaser, Rabu (22/11).
Menurut Yaser,  peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia (Ease of doing business/EODB) Indonesia sudah cukup meningkat yakni berada di peringkat ke-72 dari seluruh negara dalam hal kemudahan berbisnis atau berdasarkan laporan Indeks Kemudahan Berbisnis 2018 yang dirilis Bank Dunia.
“Indonesia telah melakukan reformasi di sejumlah lini yang membuat peringkat kemudahan berbisnis naik, dari yang sebelumnya berada di peringkat ke-91,” kata dia.
Peninjauan terhadap kontrak oleh dunia usaha dan investor  dinilai akan merusak perbaikan yang sudah dilakukan. Selain itu langkah pemerintah tentu terlihat sebagai wujud kurangnya komitmen regulator terhadap kontrak yang sudah ditandatangani.
“Apa sih yang dipegang oleh dunia usaha itu ketika dia berinvestasi, jawabannya kontrak. Kontrak di PPA itu juga sudah disetujui Kementrian ESDM, kemudian dia teken dan  langgar sendiri. Jangan sampai kementerian merusak kesepakatan yang dia sendiri sudah setujui,” papar Yaser.
Menurut Yaser, pelaku usaha  mengkhawatirkan bahwa evaluasi atau kajian kontrak PPA akan  dapat berdampak luas sampai ke investor luar dan mengurangi kepercayaan terhadap iklim investasi di Tanah Air, termasuk pembangkit milik usaha kecil dan menengah (UKM) dan pengusaha lokal.
“Pengusaha listrik kecil-kecil di daerah juga ketar-ketir. Kalau yang besar saja ditinjau ulang apalagi yang kecil-kecil dan UKM (usaha kecil, menengah),” kata dia.
Surat Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM meminta Direktur Utama PLN Sofyan Basir meninjau kembali kontrak jual beli Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berskala besar yang berlokasi di Jawa.
Peninjauan kontrak jual-beli pembangkit listrik ini untuk proyek yang belum masuk tahap konstruksi atau belum mendapatkan Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Kementerian Keuangan.
Sejauh ini PLN sudah mengidentifikasi dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni ke PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW.(RI)