JAKARTA – Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan proses perundingan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang berlangsung selama hampir dua tahun tidak berlandaskan perjanjian atau pertemuan manapun yang dilakukan sebelum pembahasan perpanjangan kontrak dimulai.

“Kalau ada pertemuan apapun itu yang diputuskan kan sudah enggak relevan, kan kami tidak gunakan. Start dari nol. Memang agak lama dua tahun, tapi kan enggak gaduh,” kata Jonan di Kementerian ESDM, Rabu malam (20/2).

Sudirman Said, mantan Menteri ESDM, sebelumnya mengungkapkan terdapat pertemuan rahasia yang terjadi antara Presiden Joko Widodo dan bekas pimpinan pusat Freeport-McMoRan, Jim Moffet pada 2015 yang diketahui sebagai awal mula pembahasan perpanjangan kontrak Freeport di tambang Grasberg, Papua.

Pertemuan berlangsung tanpa terjadwal di agenda presiden yang disusun Sekretariat Negara pada 6 Oktober 2015. Sudirman yang masih menjabat Menteri ESDM saat itu, diminta oleh ajudan presiden untuk ke Istana Merdeka.

“Sebelum masuk ke ruang kerja, saya dibisiki oleh asisten pribadi presiden, (dikatakan) Pak menteri, pertemuan ini tidak ada,” kata Sudirman.

Menurut Sudirman, Presiden Jokowi saat itu meminta untuk mempercepat proses perpanjangan kontrak Freeport.

“Kira-kira, (Jokowi menyampaikan) kita ini ingin menjaga kelangsungan investasilah,” tukasnya.

Sudirman dan Moffet lantas melanjutkan pertemuan di tempat lain. Moffet ternyata telah menyiapkan juga naskah surat perpanjangan dari kantor pusat Freeport. Sudirman yang kaget, menolak untuk mengabulkan permintaan Moffet supaya surat perpanjangan kontrak Freeport memiliki redaksi yang sama dengan isi naskah.

“Saya tidak lakukan itu. Kamu (Moffet) katakan apa yang sudah didiskusikan dengan Presiden, dan saya akan buat draf yang lindungi kepentingan republik,” ujar Sudirman.

Sudirman kemudian menemui lagi Jokowi usai jajarannya di Kementerian ESDM menyimpulkan naskah yang disiapkan Freeport tidak akan merugikan Indonesia.

Menurut Sudriman, Jokowi juga kaget karena dalam redaksi surat, Freeport tidak menunjukkan keinginan yang benar-benar kuat supaya mayoritas saham Freeport Indonesia dimiliki mereka.

“Pak Presiden mengatakan, kok begini saja (Freeport) sudah mau? Kalau mau lebih kuat lagi sebetulnya diberi saja’,” ujar Sudirman.

Jonan menegaskan keberadaan surat yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM dengan nomor 7522/13/MEM/2015 memang benar adanya. Namun ada tidaknya surat tersebut tidak mempengaruhi proses perundingan perpanjangan kontrak yang dimulai saat dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM.

“Kan faktanya surat semua tidak dijadikan dasar lag,i kalau dijadikan dasar tidak bisa dijadikan 51% (saham Freeport),” tegas Jonan.(RI)